Ketika anak-anak masih belum masuk sekolah saya suka heran dengan ibu-ibu Jepang yang suka sekali membahas masalah makan anak-anak. Misalnya saja membahas tentang makanan yang suka dan tidak disukai anak-anak, membahas tentang gimana cara supaya anak mau makan tenang duduk di meja makan bahkan cara mereka menyiasati anak-anak mau makan lahap menu yang dibencinya. Topik yang selalu mendapat sambutan yang meriah dari para ibu ini, dan biasanya masing-masing ibu akan menceritakan pengalamannya masing-masing. Dari cerita cerita merekalah akhirnya saya jadi banyak belajar dan mulai menerapkan untuk pola makan anak-anak di rumah. Karena ternyata ini semua berkaitan erat dengan sistem Kyuushoku atau makan bersama yang akan dilakukan saat anak masuk sekolah.
Ya, sistem KYUUSHOKU atau makan siang bersama di sekolah Jepang!
給食 atau makan siang di sekolah ini adalah salah satu sistem unik dalam pola pendidikan di sekolah Jepang. Pemberian Kyuushoku ini sudah diberikan sejak dari taman kanak-kanak sampai pada tingkat Sekolah Menengah Pertama. Sistem pendidikan yang sangat bagus sekali hingga begitu terjaga kelanggengannya hingga berpuluh puluh tahun. Kalau melihat dari kisah anak-anak saya ini, bisa ditarik sedikit kesimpulan kalau sistem makan siang bersama-sama yang dilakukan di sekolah ini mempunyai berbagai macam tujuan, di antaranya:
Agar anak murid tetap mendapatkan kandungan nutrisi yang cukup dari makanan yang dikonsumsinya.
Belajar melihat menu makan sehat dari penyajian di sekolah dan diharapkan mampu untuk menerapkannya nanti dalam kehidupannya sehari-hari
Mempererat kebersamaan, rasa saling tolong-menolong dan mengenalkan arti kerja sama yang baik.
Mau menghargai dan bersyukur akan hidangan yang tersaji
Sejak TK sampai anak-anak masuk SD, anak-anak saya di rumah selalu mendapatkan makan siang atau Kyuushoku dari sekolah. Awalnya, saya pernah mendapat kesulitan karena ada bahan makanan tertentu yang kami tidak makan, hingga kami harus berkonsultasi dengan pihak sekolah agar mau bertoleransi untuk tidak menyajikan lauk yang mengandung bahan makanan tersebut dan sebagai gantinya saya akan membawakan bekal (obentou) untuk lauk itu saja ke sekolah.
Pihak sekolah awalnya merasa keberatan, karena alasan saya bukan karena alergi. Keberatan mereka sangat beralasan karena pihak sekolah ingin menjaga kebersamaan dan kenyamanan anak saya karena nanti dia akan beda sendiri dan kemungkinan akan merasa terganggu oleh omongan teman-temannya. Namun akhirnya, didapatlah jalan sepakat kalau lauk yang beda itu tetap akan disajikan dengan piring dari sekolah, sehingga penampakannya sekilas akan mirip dengan menu yang diberikan oleh sekolah. Dan legalah hati saya.
Menu yang diberikan dari sekolah sangatlah transparan sekali. Ada print out yang diberikan setiap dua minggu sekali. Selebaran itu berisi tentang menu setiap harinya, tercantum secara detil akan bahan makanan yang terkandung di dalam setiap menunya, sampai dengan bumbu-bumbu yang digunakan dalam setiap masakan. Hal ini dimaksudkan agar anak yang mempunyai alergi makanan tertentu, bisa mengantisipasi dan menghindari makanan tersebut.
Penulisan menu pun ditulis dengan huruf hiragana dan katakana sehingga mudah untuk dibaca dan dimengerti oleh anak-anak.