Lihat ke Halaman Asli

Lia Nusi

Universitas Airlangga

Willow Project, Realisasi Distopia?

Diperbarui: 6 Mei 2023   22:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jurnalpost

Persetujuan atas pelaksanaan Willow Project resmi diberikan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden pada Senin, 13 Maret 2023 lalu. Keputusan ini memantik reaksi publik yang beragam. Kecaman diterima Presiden Biden karena redaksi ijin Willow Project bertentangan dengan janji kampanyenya pada 2020 yang menyatakan tidak akan mengijinkan adanya pengeboran minyak dan gas bumi baru.

Willow Project sendiri adalah proyek pengeboran berskala raksasa yang diprakarsai oleh ChonocoPhilips, selaku perusahaan energi pengilang minyak terbesar kedua di Amerika Serikat. Rancangan pengeboran direncanakan pada tiga titik berlokasi di lereng Utara Alaska. Proyek senilai 8M dollar ini digadang-gadang dapat menyokong kebutuhan minyak bumi Amerika dan menjadikan Amerika sebagai negara penghasil minyak terbanyak selama puluhan tahun ke depan, dengan estimasi 180.000 barell minyak per hari dapat dikilang dari perut bumi Alaska.

Ditengah isu global warming yang semakin kritis, proyek ini ditentang oleh kelompok aktivis dan pemerhati lingkungan karena sederet efek buruknya. Mengutip dari The Center for American Progress, proyek ini dapat menghasilkan hingga 287 juta metrik ton karbon dioksida hanya dalam waktu 30 tahun. 

Dalam skala regional, penduduk Nuiqskut dan masyarakat Alaska menjadi yang lebih dulu merasakan imbas proyek ini. Diperkirakan akan terjadi peningkatan suhu sehingga es di sekitar area proyek akan mencair. Hal ini tentu mengancam ekosistem sekitar, contohnya pollar bear dan burung loon paruh kuning. Eksploitasi ekosistem dapat menyebabkan pollar bear kekurangan cadangan makanan di habitat aslinya, sehingga bisa mengalami stress nutrisi yang berujung mengintervensi pemukiman hingga menyerang warga. Lebih jauh lagi, pencairan es ditakutkan dapat menyebabkan penyebaran virus purba atau jenis virus baru yang membeku di dalam batuan selama bertahun-tahun.

Isu Willow Project ini semakin menimbulkan argumen kontra akibat kejadian peningkatan suhu dan pemasanan global saat ini. Peningkatan suhu yang terus berlangsung kini tidak hanya menjadi concern para pemerhati lingkungan, tetapi juga masyrakat secara luas akibat merebaknya gelombang panas ekstrem di beberapa negara di dunia. Tercatat, suhu udara pada 23 April lalu mencapai 54 derajat celcius di Thailand, 44,2 derajat celcius di Odisha, India, serta 40 derajat celcius di Indonesia berdasarkan catatan BMKG. Kejadian heatwave ekstrim yang berlangsung belakangan ini telah menyebabkan banyak dampak buruk pada lingkungan. Dikutip dari laman Merdeka (25/4) di India tepatnya kota Surat dan Ahmedabad beberapa aspal jalanan meleleh akibat suhu ekstrem, penutupan beberapa sekolah, hingga kematian.

Meninjau keadaan terkini, tentu pelaksanaan Willow project akan menyumbang efek berbahaya terhadap perubahan iklim yang kian ekstrem. Tidak hanya mengancam keadaan ekosistem regional, tetapi bisa jadi ancaman bagi kehidupan manusia berskala global. Willow project dapat menjadi 1 dari sekian campur tangan manusia dalam merusak bumi, menjadi dystopia, yang tidak layak huni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline