Lihat ke Halaman Asli

Demokrasi Religius: MEMETIK HIKMAH DARI POLITIK RADIKALISME DI SURIAH DAN MESIR

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mesir terus membara, demikian pula Suriah, dua negeri muslim yg kaya dgn khazanah peradaban. Kedua negeri tsb kini terancam semakin menuju kehancuran, bila tdk ada upaya yg serius utk mengakhiri kekerasan. Inti dari krisis yg berujung kekerasan adlh: TDK BERTEMUNYA DUA KEPENTINGAN YG BERBEDA, DAN TIADANYA SIKAP TOLERANSI PARA PIHAK YG BERSETERU.
Mesir dan Suriah bisa belajar dr pengalaman transisi politik di Indonesia, khususnya pasca reformasi. Walaupun di era 1965 RI pernah mengalami krisis kemanusiaan yg akut akibat ulah PKI yg berkelindan dgn elit2 militer di tanah air. Turunnya Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, mdh2an SBY, relative jauh dr kekerasan yg massif dan berlarut-larut. Boleh jd krn RI sdh berpengalaman konflik era 1965-an yg menewaskan hamper setengah juta (?) penduduk Indonesia. Belajr dr Mesir dan Suriah dll, saatnya umat islam merenung bhw kekakuan sikap POLLITIK, sempitnya PAHAM KEAGAMAAN erta ETNISITAS, pd akhirnya akn berdampak pd dehumanisasi yg merugikan semua pihak. Spt kata pepatah: “Yg menang jd arang, yg kalah jd debu”.
Konflik tanpa solusi, mengkibatkan semua pihak yg bertikai sama2 tampil sbg yg kalah, bukan pemenang. Demokratisasi butuh wkt, baik bg sipil maupun militer. Tragedi Suriah dan Mesir smg membuat dunia Islam melihat persamaan, bukan memperuncing perbedaan. Tetap terbuka dan kritis namun dlm bingkai toleransi yg tinggi. Itulah perlu terjadinya sinergitas antara kubu nasionalis religius dgn nasionalis sekuler.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline