[caption caption="Basuki Tjahaja Purnama"][/caption]Peneliti senior CSIS, J Kristiadi dalam Kompas edisi cetak 8 Maret 2016 mengungkapkan bahwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, akhir-akhir ini, dan mungkin beberapa hari yang akan datang, sibuk mencari partai politik yang bersedia menyediakan kadernya sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada Serentak Februari 2017. Dinamika politik lokal di Jakarta dewasa ini menghadapkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada dua pilihan. Pertama, ”menari tango” bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) atau, kedua, berdansa dengan kumpulan ”Teman Ahok”.
Namun, menurut kacamata awam penulis, justru malah sebaliknya, ibarat petinju, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama telah membuktikan pukulan hooknya yang mematikan lawan dan menghidupkan semangat para pendukung Ahok. Pertama, Dalam diskusi di Aula Margasiswa 1, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/3), Pakar hukum Daniel Panda menilai, isu deparpolisasi yang diembuskan oleh PDI-P terkait pencalonan Basuki Tjahaja Purnama secara independen dapat menjadi bumerang bagi partai itu sendiri. Daniel menuturkan, isu itu justru bisa menjadi awal musibah bagi PDI-P.
Suara bagi partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri bisa saja anjlok pada pemilihan legislatif tahun 2019. Bisa jadi, Ahok malah akan disibukkan dengan blusukan parpol memohon untuk dapat mendukungnya di Pilkada Serentak Februari 2017. Kedua, Komunitas Teman Ahok menerima banyak dukungan dari warga setelah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan maju melalui jalur independen dan menggandeng Heru Budi Hartono sebagai wakilnya pada Pilkada DKI 2017. "Sejak pernyataan Ahok itu, warga yang datang ke TemanAhok tidak berhenti-henti, artinya partisipasi orang mengumpulkan KTP semakin naik," kata relawan TemanAhok, Saifullah Hamdani di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (12/3). Hingga hari ini, TemanAhok telah mengumpulkan 784.977 KTP warga Jakarta. Setiap harinya mereka memasang target pengumpulan 3.200 KTP.
Sekali lagi, pilihan Ahok melalui jalur independen sesungguhnya pukulan hook bagi lawan politiknya. Sebab, Ahok bersama pendukungnya meyakini bahwa mencalonkan Basuki Tjahaja Purnama untuk bertarung di Pilkada DKI 2017 ini 'laku dijual' di partai politik. Meski Ahok dikenal dengan gaya kepemimpinan yang spontan tanpa tedeng aling-aling, lelaki besi, kontroversial, dan apa adanya dalam melontarkan pernyataan di hadapan para awak media justru sesungguhnya banyak partai politik yang akan meminangnya.
Salah satunya, Ahok mengungkapkan, berdasarkan perhitungannya, setiap pengurus partai tingkat anak ranting di kelurahan membutuhkan dana operasional minimal Rp10 juta per bulan. Jika dikalikan dengan 267 kelurahan di DKI Jakarta, total dana yang harus dikeluarkan mencapai 2,67 miliar. Kalau dikali 10 bulan bisa mencapai Rp26,7 miliar. "Kalau harta saya dijual semua juga engga cukup. Enggak mungkin harta saya dijual sampai Rp26,7 miliar. Ya saya enggak bisa (kasih mahar parpol),"kata Ahok.
Direktur Eksekutif PolcoMM Institute, Heri Budianto mengingatkan agar partai politik tidak menanggapi serangan dari Ahok itu. Menurut dia, hal itu jebakan, yang apabila parpol balik menyerang Ahok maka posisinya akan menjadi teraniaya, dan publik pasti akan memberikan simpatinya. "Biarkan saja, nanti yang untung itu parpol. Ahok akan kehilangan pembicaraan di masyarakat bahwa dia terdzolimi, tersakiti," pungkas pria yang juga pengamat komunikasi politik di Universitas Mercu Buana tersebut.
Bahwa benar, Socrates mengatakan bahwa politik adalah kesantunan. Politik adalah derajat dan kedudukan sehingga dalam berpolitik seseorang harus mempunyai keutamaan moral sehingga tidak salah jika di era demokrasi langsung, politisi dan pemimpin yang mendominasi gaya yang 'sopan santun tanpa cela.' Namun, para politisi dan pengamat publik 'kaget' bukan kepalang dengan gaya Ahok yang lebih mengutamakan bekerja untuk mendandani ibukota daripada bertingkah laku santun dalam pencitraan. Rupanya watak Ahok ini diaminkan Buniarti, ibu Basuki Tjahaja Purnama, "Jadi, dia itu keras karena kesel, kenapa ada orang susah? Kenapa orang korupsi? Padahal dulu orang mau berjuang demi negara," kata Buniarti.
Jadi, bukankah gaya kepemimpinan Ahok itu adalah membangun pencitraan dirinya sebagai pemimpin yang berani, ceplas-ceplos, dan keras?
artikel terkait: 'Biang Keladi' Deparpolisasi Bukan Ahok ?