[caption caption="Sumber gambar: Gramedia dan arti-kata.blogspot.com"][/caption]Putri Ong Tien telah bersiap dengan penampilan barunya. Bokor kuningan telah disiapkan di dalam baju sutranya yang longgar. Dia didandani seperti perempuan yang berbadan dua. Pernak-pernik keemasan menghiasi rambutnya yang ditata bergelung ke atas. Wajahnya dirias layaknya perempuan dewasa. Kaisar Hong Gie telah memasuki ruangan dan duduk di singgasananya, ditemani permasuri. Para menteri dan pejabat istana lain juga berkumpul di ruangan. Beberapa tabib terpilih ikut hadir untuk menjadi saksi peristiwa penting itu. Patih Kerajaan Wu segera memasuki ruangan pertemuan, diiringi Syarif Hidayatullah. Semua orang di ruangan itu tak berkedip memperhatikan setiap langkah. Sungguh sosok lelaki sederhana. Bertubuh tinggi tegap, berkulit bersih, dengan wajah memancarkan kelembutan. Petikan kisah ini, dikutip dari Putri Ong Tien Kisah Perjalanan Putri China Menjadi Istri Ulama Besar Tanah Jawa karya Winnie Gunarti yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama.
Bagi, Babad Cerbon, kisah tersebut merupakan romantisme pembauran yang paling mashur, seperti diungkapkan wartawan kawakan Cirebon, Noerdin M. Noer, dari pernikahan ini kemudian menyiratkan kesan, bahwa antara bangsa Cina dan Cirebon telah menjalin persahabatan yang kekal sejak berabad-abad lamanya. Ini nampaknya bukan cuma pembauran dari kedua kebudayaan semata, tetapi lebih dari itu, yakni pembauran politik dan agama. Sejak itu banyak tokoh Cina perantauan yang mengabdi kepada kesultanan. Sam Cai Khong misalnya, karena jasanya terhadap kesultanan ia diangkat menjadi tumenggung dengan gelar “Aria Wiracula.” Kisah pembauran lain, tulis Noerdin M. Noer, dalam Romantisme Putri Ong Tien, yang cukup dikenal masyarakat adalah persahabatan antara Babah Liem dan Herman di perkampungan Cina di daerah Jamblang. Dalam kisah Lebak Membara yang diceritakan komikus Zair itu, Babah Liem digambarkan sebagai guru kuntaw yang menurunkan ilmu beladirinya kepada penduduk pribumi bernama Herman. Ketika Jepang masuk ke daerah itu, Herman tampil sebagai pemberontak dan membela kepentingan penduduk pribumi. Pada posisi ini Babah Liem justru banyak membela kepentingan Herman, yang kemudian berakhir tragis. Babah Liem tewas di tangan serdadu Dai Nippon setelah kepalanya dipenggal.
Terkait semangat pluralisme dan kebangsaan, pembauran politik dan agama yang diungkapkan Noerdin M. Noer merupakan pembahasan yang tetap menarik hingga kini. Tetapi lebih dari itu, adalah album kenangan potret kebijakan enam belas tahun lalu, Gus Dur mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2000 pada 17 Januari 2000 Tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina. Sejak tanggal 17 Januari 2000, romantisme pembauran dapat dirasakan sebagaimana berlangsung selama ini.
[caption caption="Tampak wanita berkerudung berziarah di makam Putri Ong Tien, Komplek Pemakaman Sunan Gunung Jati"]
[/caption]
Selama enam belas tahun, penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus. Bahkan, kisah ulama besar tanah Jawa, Sunan Gunungjati, Sultan pertama Cirebon meminang Putri Ong Tien Nio keturunan Dinasti Ming abad ke-15, pun diangkat dalam drama kolosal di setiap perayaan. Kisahnya seperti tertulis dalam berbagai babad, berawal dari kunjungan Sunan Gunung Jati ke negeri Tiongkok untuk kepentingan dakwah Islam. Di sana Sunan Gunung Jati bertemu dengan putri kasiran, bernama Ong Tien Nio, dan sang putri Kaisar Hong Gie menyusul ke Cirebon untuk dinikahi Sunan Gunung Jati.
Selama enam belas tahun, Warga Tionghoa di Indonesia dengan merdeka dapat merayakan Imlek dengan meriah. Cirebon, puncak dari serangkaian acara perayaan Tahun Baru Imlek, seperti Cap Go Meh atau disebut dalam Bahasa Tionghoa Yuan Xiaojie, Yuanxi, Yuanye atau Shang Yuanji yang ditandai dengan arak-arakan dewa dari berbagai klenteng keliling Kota Cirebon, terutama daerah Pecinan, biasanya Jalan Talang Kota Cirebon, Pasuketan- Pekiringan - Parujakan - Sukalila Selatan - Karanggetas-Panjunan - Winaon - Kanoman - Kebumen - Yos Sudarso. Tradisi yang terjadi selama turun-temurun ini menjadi ajang pesta warga Cirebon, sebagai ungkapan rasa syukur atas berkah tahun sebelumnya.
Putri Ong Tien, istri Sunan Gunung Jati, yang kini dimakamkan di Kompleks Pemakaman Sunan Gunung Jati, wajahnya tersimpul senyum mengucapkan rasa terima kasih kepada Gus Dur. Perjuangan suka dan duka, menempuh perjalanan panjang melintasi Laut China Selatan dan Laut Jawa, telah membuahkan romantisme pembauran.
Semoga Imlek memberikan damai dan cinta, seperti Putri Ong Tien menemukan belahan jiwanya di Cirebon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H