Tak disangka rumah susun ini memiliki tatanan yang unik, kompleks, dan agak rumit. Sudah lama sekali Joy tak ke sini, mungkin sejak 3 tahun yang lalu. Dodi lah yang membuatnya kembali ke tempat ini. Nostalgia itu ia lakukan sambil berkeliling, menjelajahi tempat-tempat yang mungkin belum pernah aku telusuri.
Setibanya di ujung koridor, Joy begitu tertarik dengan keadaan di sana. Bukan kendaraan yang terparkir tetapi letak penghubung antar lantai yang sangat anti mainstream. Setiap lantai memiliki lubang yang bulat sempurna dengan tangga penyambung di sisi-sisinya.
Pada sudut tertentu nampak seperti sebuah teleskop raksasa, itulah titik di mana Joy berdiri. Ia dapat melihat beberapa orang yang sedang bermain judi dalam satu meja di lantai paling bawah. Joy menyadari bahwa di sana menjadi sarang bagi berbagai kegiatan ilegal.
"Hati-hati kita tak perlu ke sana." Joy memegang baju bagian belakang dari Andre.
Ia tertahan dan terpaksa membatalkan langkahnya yang tertarik dengan kegiatan di bawah sana. Kemudian mereka bergerak menjauhi tempat itu. Belum ada sepuluh langkah dari tangga tiba-tiba terdengar suara seseorang.
"Hey kalian mau ke mana?" Suara itu bernada menantang dan cenderung bersifat perintah daripada kalimat interogatif.
Joy berusaha tenang, ia berhenti dan menolehkan kepalanya untuk menjawab. Namun begitu ia melihat dua orang yang bertelanjang dada tepat di belakangnya ia langsung lari tak beraturan.
Refleknya membuat ia mencoba menjauhkan diri dari bahaya, bukan kedua sosok mafia yang menjadi alasannya adalah laras panjang yang dibawanya. Ia juga menggapai tangan Andre agar ikut berlari.
Ini adalah pagi yang indah dan udara masih cukup bersih. Waktu yang tepat untuk joging, apalagi dengan dua buah laras panjang yang mengacung pada Joy dan Andre. Koridor, koridor, tikungan mereka tidak memperdulikan keadaan di sekitar. Kadang terdengar beberapa desingan peluru. Itulah yang menjadi doping bagi mereka sehingga sama sekali tak nampak kehabisan nafas.
"Kita sembunyi di tempat temen W." Joy berteriak kepada Andre.
"Di mana?" Andre terlihat berbahagia setelah merasa angka harapan hidupnya naik kembali.
"Ini lagi W inget-inget." Joy mulai memperhatikan lingkungan sekelilingnya.
Sedari tadi memang ia hanya berlarian dengan serampangan dari koridor satu ke koridor yang lain. Selain itu memang tempat yang Joy maksud untuk bersembunyi memang sangat cocok. Bahkan seseorang yang pernah ke sana bisa tersesat saat mencoba untuk ke sana kembali.
Ia harus menemukan kediaman Ocit terlebih dahulu, mungkin ia sebagai warga asli bisa membantu. Bibir Joy mulai sedikit naik, setelah kembali merasa dekat dengan kediaman kawannya itu.
"Yah tepat di depan sana, kamar nomor 281. Pintu merah dengan kaca jendela di sampingnya." Mungkin keajaiban berpihak pada orang-orang yang di kejar. Setidaknya dalam kasus ini Joy lebih diuntungkan sekarang.
- Joy langsung membuka pintu dan masuk ke dalamnya. Tak disangka pertemuan dengan sahabatnya itu berlangsung menegangkan tanpa drama sekalipun.
"Joy, Loe kenapa?" Ocit nampak sangat heran, pertama melihat sahabat lamanya yang seperti menghilang ditelan bumi dan kemudian melihatnya dalam keadaan panik. Sangat berbeda dengan karakter Joy yang ia kenal dahulu.
"W dikejar gangster basement." Joy mencoba menjelaskan keadaannya. Sementara Andre seperti melampiaskan sedikit waktu istirahat untuk mengisi kembali cadangan oksigen di paru-parunya.
"Wah itu sih gawat" Ocit mulai bergerak menuju salah satu ruangan di dalamnya terdapat sebuah jendela dan membukanya. Mereka semua kini berada di balkon, dari sana terdapat sebuah celah kecil antar rumah. Sepertinya telah dimodifikasi oleh penghuni dahulu.
"Untuk sementara sembunyilah di sini, sampai keadaan cukup aman. Gua jaga di dalem." Ocit kemudian kembali memasuki rumahnya. - Tak lama kemudian memang muncul beberapa kegaduhan namun tidak ada yang memasuki rumah Ocit selain sumber kegaduhannya. Setelah merasa aman Ocit kembali ke sahabatnya dan menyuruhnya untuk masuk.