Memperingati hari film nasional, KOMiK mengadakan nobar film Tanda Tanya di Perpustakaan Nasional, Minggu (8/4). Film karya Hanung Bramantyo yang tayang tahun 2011 ini menggambarkan tentang toleransi bermasyarakat.
Soleh sebagai seorang muslim yang taat beragama memiliki istri bernama Menuk yang bekerja di Restoran Masakan Tionghoa. Soleh adalah seorang pengangguran. Ia mencoba mencari kerja, hingga mendapatkan pekerjaan di Banser NU. Salah satu pekerjannya adalah menjaga tempat-tempat ibadah. Gereja salah satunya.
Tan Kat Sun sebagai pemilik restoran seorang keturunan Tionghoa yang beragama Budha, menjual makanan babi dan non babi. Setiap masakan dipisah alat penggunaanya. Saat bulan Ramadhan, restoran di pasang tirai. Kemudian saat lebaran, pegawai diberikan libur 5 hari. Itu tanda mereka menghormati agama Islam.
Rika, wanita Katolik yang berpindah agama dari Islam. Ia memiliki anak bernama Abi yang beragama Islam. Walaupun begitu saat Abi berangkat mengaji, Ia yang mengantarkan dan menjemput. Saat Abi belajar menghafalkan surat-surat pendek, Rika juga mengajarkannya.
Surya, teman Rika, bekerja sebagai seorang artis figuran selama 10 tahun lamanya. Hingga pada suatu hari, Rika menawarkan pekerjaan untuk berperan sebagai Yesus saat perayaan Paskah. Surya sempat bingung, namun akhirnya menerima pekerjaan tersebut. Kemudian saat perayaan Natal, berperan sebagai Santa Claus.
Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam film tersebut menampilkan keanekaragaman masyarakat Indonesia. Konflik-konflik yang ditampilkan dalam film juga menggambarkan apa yang pernah terjadi di Indonesia. Hanung cukup berani menggambarkan berbagai sudut pandang masyarakat Indonesia. Perbedaan yang ada merupakan anugerah, jika kita saling menghormati dan menghargai.
Mba Dewi Puspa, salah satu kordinator KOMiK mengatakan bahwa dipilihnya film ini karena film Tanda Tanya menggambarkan tentang kondisi Indonesia saat ini. Indonesia yang memiliki beragam suku dan agama. Mas YosMo salah satu peserta menyampaikan bahwa ini adalah salah satu Masterpiece yang dibuat oleh Hanung Bramantyo yang mungkin tidak akan terulang, karena mengangkat tentang pluralisme dan keberagaman yang sangat sensitif.
Memang konflik suku dan agama di Indonesia ini masih ada. Terutama akan saat memuncak di tahun-tahun politik. Provokator-provokator akan bermunculan. Dan yang diperlukan dari masing-masing kita adalah tenang dan jangan terprovokasi. TOLERANSI, satu kata yang masih perlu dipertanyakan lagi di negeri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H