Berdasarkan survei PAM Jaya bersama PALYJA dan AETRA, kebutuhan air bersih di Jakarta sebesar 26.100 liter per detik. Sedangkan, total produksi air bersih yang bisa dihasilkan oleh 2 operator tersebut hanya 17.000 liter per detik. Kalau dihitung, maka ada defisit ketersediaan air bersih sebesar 9.100 liter per detik.
Sungai di Jakarta ada 13, namun hanya 2 sungai yang dapat digunakan sebagai air baku yaitu Kali Krukut dan Sungai Cengkareng drain. Sumbangan kedua sungai tersebut hanya 5,7% dalam operasional pengolahan air bersih. Seiring waktu berjalan, kondisi kualitas kedua sungai tersebut juga semakin menurun.
Sumbangan terbesar berasal dari Waduk Jatiluhur yaitu sebesar 62,5%. Sisanya dari pembelian air bersih dari PDAM Tangerang sebesar 31,8%. Jika dihitung, harga pembelian air dari PDAM Tangerang akan lebih mahal dari harga yang dijual ke masyarakat.
Tantangan selanjutnya adalah pasokan air baku yang tidak bertambah sejak 1998. Bahkan seringkali pasokan air terganggu karena berbagai faktor. Contoh Kanal Tarum Barat (Kalimalang) yang merupakan saluran distribusi air baku dari Waduk Jatiluhur. Sungai ini rentan oleh gangguan, baik buangan limbah manusia ataupun faktor bencana alam seperti tanggul longsor. Tantangan lain adalah dari segi infrastruktur seperti pipa bocor. Ada dua penyebab pipa bocor, yaitu karena memang pipa penyalur air yang sudah tua dan adanya pencurian air dari saluran pipa.
PALYJA mencoba memanfaatkan berbagai teknologi dan optimalisasi instalasi untuk menghadapi berbagai tantanggan tersebut seperti:
1. Teknologi Kontrol dan Monitoring. PALYJA mempunyai Distribution Monitoring Control Center (DMCC). Semua proses pengolahan air baku dari berbagai jaringan bisa dipantau selama 24 jam dengan teknologi ini.
2. Teknologi Deteksi Kebocoran. PALYJA mempunya tiga cara dalam mendeteksi kebocoran. Pertama menggunakan Metode Gas Helium. Kedua menggunakan Kamera JD7. Ketiga menggunakan Metode Suara Correlator. Ketiga teknologi ini mampu mengurangi tingkat kebocoran (NRW) dari 60% menjadi 40% pada tahun 2015.
3. Teknologi Biofiltrasi. Teknologi ini menggunakan mikroorganisme dalam prosesnya. Di IPA Taman Kota proses biofiltrasi menggunakan media Crosspack sedangkan di IPA Cilandak menggunakan Moving Bed BIofilm Reactor (MBBR). PALYA merupakan perusahaan yang menerapkan teknologi MBBR di Asia. Teknologi biofiltrasi ini mampu mengurangi kadar amoium hingga 87%.
4. Teknologi Komunikasi. PALYJA memberikan layanan call center 24 jam, layanan sms, situs web, email, twitter, facebook, youtube, sebagai sarana untuk berkomunikasi. Bahkan PALYJA juga punya akun kompasiana loh.
Kunjungan ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) Taman Kota
Pada tahun 2007, IPA Taman Kota pernah ditutup karena tidak mampu menyediakan air dengan standar yang ditentukan. Masalah utamanya adalah kadar amonium yang tinggi yaitu sebesar 8 ppm. Padahal kadar amonium yang diperbolehkan untuk air baku sebesar 1 ppm. Selain itu, lokasi IPA Taman Kota yang tidak jauh dari laut atau sekitar 5 km dari laut, rentan akan masuknya air laut ke sumber air baku di Sungai Cengkareng drain. Padahal IPA Taman Kota hanya didesain untuk mengolah air baku dari sumber air tawar saja.
Ada dua solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Pertama adalah Teknologi Biofiltrasi yang telah berjalan mulai tahun 2012. Teknologi biofiltrasi ini mampu menurunkan kadar amonium menjadi 0,2 ppm. Namun masalah lain muncul ketika musim kemarau. Air laut seringkali masuk ke sungai ketika musim kemarau. Dan mikroorganisme itu hanya dapat tumbuh di air tawar. Dalam menghadapi masalah tersebut, Palyja menggunakan Total Dissolve Solid (TDS) Online Analyzer. Alat ini merupakan alat pendeteksi air laut pada pintu air (intake). Cara mendeteksinya dengan mengukur kadar salinitas air. Jika kadar salintitasnya telah melebihi 500 atau sampai 700, maka tindakan pencegahan dapat segera diambil seperti menutup pintu air secara sementara.
Mau Tau Bagaimana Proses Pengolahan Air Baku di IPA Taman Kota?