Walhi Sumut (Sumatera Utara) menyatakan bahwa Pemerintahan Jokowi masih banyak persoalan konflik agraria dan Sumber Daya Alam (SDA) di Sumut yang tak kunjung usai. Di tahun politik saat ini, ujar Rianda Purba, Direktur Walhi Sumut, penyelesaian konflik tersebut berpotensi semakin diabaikan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) mengungkapkan, setidaknya ada 18 kasus konflik agraria-sumber daya alam yang meletus di Sumut sepanjang 2023. Kasus-kasus ini berada di areal seluas 18.140 hektare, 9 kasus di kawasan hutan dan 9 lainnya di areal penggunaan lain (APL). Akibat kasus-kasus tersebut, sekitar 7 ribu kepala keluarga harus hidup dalam bayang-bayang konflik, ketidaknyamanan, dan ancaman kehilangan sumber penghidupan.
Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi berharap penanganan sengketa dan konflik agraria di Sumut diselesaikan dengan adil, bermanfaat dan berketetapan hukum, sehingga tidak menimbulkan permasalahan agraria yang terus berkepanjangan.
Konflik agraria seringkali melibatkan ketimpangan akses dan kepemilikan tanah antara masyarakat kecil dan pihak berkuasa (perusahaan besar atau pemerintah). Oleh karena itu, penyelesaian harus mengutamakan keadilan sosial dengan memastikan bahwa masyarakat kecil, seperti petani dan masyarakat adat, mendapatkan perlindungan dan hak mereka atas tanah. Konflik agraria tidak hanya menyangkut manusia, tetapi juga kelestarian lingkungan. Penyelesaian konflik harus mempertimbangkan dampak terhadap ekosistem. Reforma agraria yang sejati adalah kunci, termasuk redistribusi tanah untuk mereka yang membutuhkan. Tanpa langkah nyata, konflik agraria hanya akan memperburuk ketimpangan dan merusak hubungan sosial di tingkat lokal maupun nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H