Lihat ke Halaman Asli

Wayan Seriyoga parta

Pengajar Seni Rupa di UNG/Kurator Seni Rupa/Founder KBGI

MAIM Spirit: Jenry Passasan Memaknai Perihal Diri

Diperbarui: 18 Juli 2023   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Display karya Jenri Passasan 

Sungguh tidak mudah memang, menjalani laku kreativitas berkarya seni rupa dalam medan yang tidak memiliki oleh insfrastruktur seni rupa. Makassar memang kota besar, namun belum cukup dapat menopang kehidupan berkesenian. Insfrastruktur yang dimaksud bukan hanya sekedar ruang pameran yang cukup representatif yang memang juga belum ada, termasuk juga dukungan pemerintah secara berkala, apalagi kehadiran filantrofi. Kekurangan berikutnya adalah minimnya peran mediator seni seperti kurator dan art manajemen, kemudian kritik seni dan pendukung lainnya.

Display karya Jenri Passasan 

Namun dibalik semua kekurangan tersebut, daya-daya kreativitas tidaklah dapat terbendung para perupa telah hadir sejak lama di kota ini, mereka berdinamika dengan caranya sendiri sembari berjuang untuk kehidupan. Berkarya sebagai seniman otonom belum dapat menjadi sandaran untuk mereka hidup  nyaman, namun mereka menjalani kehidupan kreatif melalui potensi seni rupa. Sampai akhirnya muncul kesadaran untuk lebih menseriusi laku kreatif berkesenian dengan membentuk MAIM (Makassar Art Inisiative Movement). Dalam medan yang masih sangat minim tersebut semangat inisiatif dapat menjadi solusi sederhana yang digerakkan dengan semangat kebersamaan dan militansi.

Display karya Jenri Passasan 

MAIM bergerak bersama secara konsisten sejak tahun 2018 membuat karya-karya eksperimentatif. Tahun 2020 mengangkat tema Leang-leang Spirit dalam karya-karya instalasi di luar (outdoor installation art). Kini dalam semangat normal baru setelah berakhirnya pandemi Covid - 19, mereka kembali menyelenggarakan   proyek pameran bertajuk "Presentasi Karya" pada ruang yang diinisiasi Jenry Passasan, di bilangan kota Makassar. Dalam gelaran kali ini Jenry memaknai diri dalam posisinya sebagai laki-laki, sebagai bapak /orang tua dan nilai-nilai lainnya yang melekat secara harafiah.

Display karya Jenri Passasan 

"Saya sendiri mencoba kreasi bentuk- bentuk figur sebagai respon atas dinamika hidup yg saya alami, tentang seorang Ayah, atau bapak, tentang saya sebagai hamba, tentang saya sebagai mahluk sosial, tentang menterjemahkan cinta menjadi nyata, tentang me time, tentang optimisme" demikian tuturnya. Laki-laki, maskulinitas adalah bagian dari sirkulasi dualitas primal sebab akibat, yang disebut lingga-yoni. Ibu dimaknai sebagai pertiwi (bumi) dan Bapak dimaknai matahari. Memaknai nilai ke-bapak-an, sesungguhnya bukan hanya menyoal nilai maskulinitas, tetapi juga terkait dengan nilai feminimitas itu sendiri. Keduanya menyatu di dalamnya yang mendasari daya kreativitas itu sendiri.

Display karya Jenri Passasan 

Ketika Jenry mencoba memaknai diri dalam persoalan ke-bapak-an, sesungguhnya otomatis menyoal dualitas hubungan antar nilai tadi. Melalui keterhubungan itulah terjadi dinamika internal dan eksternal yang melingkupi dunia kreativitasnya. Menyimak karya-karyanya kita berhadapan dengan dinimika dualitas nilai tersebut.


Wayan Seriyoga Parta (Kurator|Dosen UNG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline