Lihat ke Halaman Asli

Virus Kebencian terhadap Ahok, Bagian dari Agenda Politik yang Menyesatkan?

Diperbarui: 1 November 2016   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahok.dok.net

Bermula, ketika, Ahok, sapaan akrabnya, saat berkunjung ke Kepulaun Seribu, bulan Septermber 2016 lalu. Kunjungan Ahok, pada saat itu, seakan menjadi ancaman yang serius bagi sebagian masyarakat yang mungkin tidak sejalan dengan Ahok. Yang mana, Dia akan maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta Febuari 2017 mendatang pada Pilkada Serentak ke 2.

Singkat, cerita, saat berpidato dengan warga setempat Kepulauan Seribu, dikatakan, bahwa saat menyampaikan pidatonya, Ahok, menghina ayat suci  Alquran, terkait pernyataannya soal surat Al Maidah ayat 51.

Usut kasat kusut, Ahok, dilaporkan ke Bareskrim atas tuduhan penistaan agama oleh MUI Sumsel, MUI Pusat, singkatnya.

Kontroversi surat Al Maidah ini juga mencuat setelah kelompok yang menamakan diri Advokat Cinta Tanah Air melaporkan Ahok ke Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta pada 27 September lalu karena gubernur petahana tersebut dianggap tidak bisa menafsirkan Al Maidah karena merupakan non-Muslim.

Sementara, Sekretaris Jenderal DPP FPI, Habib Novel Chaidir Hasan, juga sudah melaporkan Ahok atas tuduhan menghina agama ke Bareskrim Polri.

Ahok dilaporkan berdasarkan Pasal 156 a KUHP Jo pasal 28 ayat (2) UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. (http://www.bbc.com/)

Isu agama, suku, etnis dan isu yang mengandung sara, memang hal yang wajar ketika seseorang memasuki dunia politik, terkhusus saat ini di Pilkada DKI Jakarta. Ahok, menjadi sasaran utama dalam agenda politik dalam menyerang lawan politik, ntah yang mana benar, masih bersifat tentatif atau tidak pasti.

Dari segi politik, isu semacam ini memang tak asing, bagi sebagian masyarakat yang paham terhadap politik. Masyarakat akan menganggap ini bagian dari kampanye hitam para tim sukses pasangan calon. Lain, pada masyarakat yang belum mengenal dan memahami betul politik itu, maka akan tersesat di persimpangan jalan.

Realitas budaya politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :

Budaya politik parokial(parochial political culture) yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif, misalnya tingkat pendidikan relatif rendah.

Budaya politik kaula (subyek political culture) yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju, baik sosial maupun ekonominya, tetapi masih bersifat pasif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline