Pemuda itu visioner, cerdas, gagah, berani, matang, cakap, revolusioner dan tangguh. Semua itu ada pada pemuda, mereka mempunyai banyak potensi. Tak heran jika kemajuan negara tergantung para pemudanya. Kita patut bangga dengan bonus demografi yang ada di negara indonesia saat ini. Disatu sisi, ini bisa menjadi awal kemajuan bagi negara, khususnya negara Indonesia. Namun disisi lain juga bisa menjadikan beban bagi negara.
Bonus demografi ini saya analogikan senagaimana sampah yang berserakan, sesuatu yang tidak berguna sekalipun. Namun, jika sampah tersebut didaur ulang dan dikelola, maka sampah akan memberikan kemanfaatan. Inilah yang harus menjadi garapan dan perhatian bagi kita semua sebagai pemuda masa kini, yakni menjadi pemuda portal yang akan menerobos pintu-pintu kebangkitan di masa yang akan datang. Tentu dengan kemampuan intelektualitas serta profesionalitas menjadi kunci penting untuk menjawab tantangan kedepannya. Keduanya tersebut hanya bisa di dapatkan melalui pendidikan, jika bonus demografi tidak disertai dengan pendampingan pendidikan yang baik, maka hal ini bukan malah membuat kemajuan, namun justru semakin menambah beban negara.
***
Coba kita lihat pada hari ini, seiring dan sejalan dengan perkembangan jaman atau bisa dikatakan carut marutnya kehidupan modernisasi, seakan menuntut kita untuk selalu tanggap dan berhati-hati. Karena tidak mungkin kita menghindar dari perkembangan yang semakin pesat tersebut. Jaman ini bisa dikatakan jaman "manusia jaringan", manusia yang hidup di masa maraknya alat teknologi dan komunikasi. Maraknya informasi yang kurang bermutu, informasi yang instan. Sehingga membuat kita akan semakin "jumut" jika tidak bisa memilah dan memilih.
Oleh sebab itu, manakala ingin keluar dan bertarung dengan jaman, pemuda masa kini seharusnya sadar dan tanggap dengan kondisi jaman. Yakni di mana dia hidup bukan lagi pada jamannya Latfran Pane, bukan lagi hidup di jamannya Nur Cholis Madjid, atau Anas Urbaningrum dan para Funding Father lainya, ia harus berdiri di atas pemikiran dan gagasan sesuai jamannya, dan mempunyai gerakan serta orientasi yang jelas. (maaf) Agar tidak menjadi sampah-sampah negara. Hal ini harus dimulai dari pendidikan, pendidikanlah yang akan mengkontrol dan mencetak pemuda-pemuda progresif-revolusioner.
Tentu masih banyak jalur-jalur alternatif yang menawarkan solusi yang solutif bagi keberlangsungan kesejahteraan hidup berbagsa dan bernegara. Semua dilakukan hanya semata-mata rasa kepemilikan dan kepeduliaannya pada negaranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H