Pertanggal 15 mei 2020 Kota Denpasar resmi melakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM). Pembatasan kegiatan masyarakat ini diperkirakan dilaksanakan selama satu bulan kedepan yakni sampai pada tanggal 14 Juni 2020. Wali kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan penerapan PKM ini berbasis desa atau adat. Penerapan PKM itu akan di evaluasi setiap minggu.
Menurutnya desa adat dinilai lebih efektif memberi kesadaran kesehatan dan waspada covid-19 kepada warganya, nantinya desa adat diberi kewenangan mengevakuasi,pencegahan hingga sanksi adat mengenai penyebaran virus corona.
Penerapan PKM juga mengatur kegiatan warga, seperti bekerja, belajar, beribadah, mengawasi pendatang yang masuk ke kota Denpasar, penggunaan masker, termasuk pembatasan kegiatan usaha masyarakat seperti rumah makan, restoran, pasar tradisional, dan usaha lain.
Kebijakan PKM yang akan diberlakukan oleh pemkot Denpasar ini dinilai akan berdampak terhadap roda perekonomian masyarakat Denpasar. Seperti yang kita ketahui selama ini roda perekonomian di daerah Denpasar tidak hanya digerakkan oleh masyarakat Denpasar itu sendiri, melainkan masyarakat luar Denpasar pun sangat berperan penting dalam pergerakannya.
Contoh paling dekat adalah warga Kabupaten yang bertetangga langsung dengan Denpasar seperti Badung, Gianyar, dan Tabanan. Para pelaku ekonomi tersebut biasanya bebas keluar masuk wilayah Denpasar untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti membawa bahan pokok dan logistik, akan tetapi dengan adanya PKM ini, mereka menjadi enggan dan terbatas untuk memasuki wilayah Denpasar karena di setiap perbatasan wilayah akan didirikan pos penjagaan.
Mereka mungkin akan tetap di perbolehkan memasuki wilayah Denpasar tetapi dengan beberapa syarat yaitu dalam keadaan sehat fisik dan membawa surat keterangan jalan resmi dari perusahaan atau tempat mereka bekerja.
Dalam wilayah Denpasar sendiri kemungkinan penurunan kegiatan ekonomi juga terjadi, seperti rumah makan dan toko-toko penyedia bahan kebutuhan pokok akan tutup lebih awal sehingga pendapatan harian mereka akan mengalami penurunan.
Oleh sebab itu mungkin ada beberapa toko atau rumah makan yang masih melanggar jam tutup, bukan karna semata-mata ingin melanggar, tetapi mereka masih memikirkan keberlangsungan kebutuhan hidup mereka, dan hal ini akan berlaku bagi kebanyakan masyarakat menengah kebawah yang bukan pegawai tetap ataupun PNS yang masih mendapatkan gaji tetap tanpa harus keluar rumah.
Dampak paling nyata yang secara langsung di rasakan di lingkungan kita contohnya yaitu rumah makan, cafe, coffe shop atau usaha sejenisnya yang biasanya full pengunjung saat ini hanya melayani take away, mereka juga sama sekali tidak menyediakan tempat duduk, dan juga buka hanya sampai pukul 21.00 WITA.
Biasanya pemasukan terbesar didapat dari pelanggan yang datang langsung dan juga dari pembelian online melalui aplikasi pemesan makanan, tetapi saat ini pemasukan terbesarnya tidak bisa mereka dapatkan, mereka hanya mengandalkan pendapatan dari pemesanan online yang juga dibatasi sampai dengan jam tertentu. Hal ini menyebabkan omset penjualan mereka mengalami penurunan hingga 50%.
Mereka juga harus memutar otak untuk mengurangi karyawan atau mengatur jam kerja mereka, dengan menerapkan pembagian shift satu hari kerja dua hari libur untuk menekan cost perusahaan, biaya sewa ruko juga akan tetap berjalan selama pandemic ini. Tidak sedikit pemilik usaha yang memilih gulung tikar karena tidak mampu mengelola cost yang lebih besar dari pada omset penjualan.