Lihat ke Halaman Asli

Nomophobia sebagai Fenomena di Kalangan Pelajar

Diperbarui: 28 Oktober 2023   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan zaman yang sudah memasuki masa modern saat ini telah banyak menemukan berbagai macam tekhnologi dengan fasilitas yang semakin maju, diantara berbagai macam teknologi itu ada salah satunya yaitu telepon genggam atau yang sering kita sebut Hp (Handphone) dan telah bertransformasi semakin canggih menjadi smartphone. Dengan hadirnya smartphone yang menyajikan beragam fitur aplikasi didalamnya sudah pasti dapat mempermudah perkerjaan/mobilitas kita sehari-hari, dengan kemudahan yang ditawarkan tersebut akan semakin menarik minat pengguna, terutama pada kaum remaja. Khususnya di era Society 5.0 yang dimana era ini mengusung konsep bahwa semua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri sehingga masyarakat dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai macam inovasi teknologi, jadi dapat disimpulkan pada era ini manusia akan sangat bergantung dengan teknologi dalam menjalani kehidupannya, tetapi dibalik semua kemudahan yang ditawarkan terdapat satu masalah yang tidak bisa dianggap remeh, yaitu gangguan Nomophobia.

Nomophobia adalah rasa takut berlebihan kehilangan smartphone. Lebih lanjut, Bragazzi dan Del Puente (2014) menyatakan bahwa kelainan yang disebut nomophobia (nomobile-phone phobia) atau kecanduan smartphone, secara umum merupakan ketakutan patalogis untuk tetap terhubung dengan teknologi, termasuk smartphone. Remaja yang menderita kecenderungan nomophobia selalu hidup dalam kekhawatiran dan selalu was-was atau cemas dalam meletakkan smartphone, kehabisan kuota internet atau kehabisan baterai dan kehilangan sinyal. Lebih lanjut, Pavithra et al (2015) mengungkapkan kecenderungan nomophobia merupakan rasa takut berada di luar kontak smartphone mengacu ketidaknyamanan, kegelisahan, gugup atau kesedihan yang disebabkan tidak terhubung dengan smartphone. Sedangkan, King et al (2013) mengungkapkan bahwa kecenderungan nomophobia sebagai gangguan dunia modern untuk menggambarkan ketidaknyamanan dan kecemasan yang disebabkan oleh tidak tersedianya smartphone, komputer atau semua komunikasi virtual lainnya yang biasanya digunakan individu.

Nomophobia tersebut disebabkan oleh tingkah laku kecemasan. Maka dari itu peneliti ingin memberikan layanan berupa bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (remaja/peserta didik) melalui kegiatan kelompok dengan tujuan yaitu untuk pengembangan kemampuan sosialisasi, mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang efektif serta mencegah timbulnya masalah pada siswa atau bersifat Preventif

Lebih lanjut, Bragazzi dan Del Puente (2014) menyatakan bahwa kelainan yang disebut nomophobia (nomobile-phone phobia) atau kecanduan smartphone, secara umum merupakan ketakutan patalogis untuk tetap terhubung dengan teknologi, termasuk smartphone. Remaja yang menderita kecenderungan nomophobia selalu hidup dalam kekhawatiran dan selalu was-was atau cemas dalam meletakkan smartphone, kehabisan kuota internet atau kehabisan baterai dan kehilangan sinyal. Lebih lanjut, Pavithra et al (2015) mengungkapkan kecenderungan nomophobia merupakan rasa takut berada di luar kontak smartphone mengacu ketidaknyamanan, kegelisahan, gugup atau kesedihan yang disebabkan tidak terhubung dengan smartphone. Sedangkan, King et al (2013) mengungkapkan bahwa kecenderungan nomophobia sebagai gangguan dunia modern untuk menggambarkan ketidaknyamanan dan kecemasan yang disebabkan oleh tidak tersedianya smartphone, komputer atau semua komunikasi virtual lainnya yang biasanya digunakan individu.

Nomophobia tersebut disebabkan oleh tingkah laku kecemasan. Maka dari itu peneliti ingin memberikan layanan berupa bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (remaja/peserta didik) melalui kegiatan kelompok dengan tujuan yaitu untuk pengembangan kemampuan sosialisasi, mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang efektif serta mencegah timbulnya masalah pada siswa atau bersifat Preventif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline