Lihat ke Halaman Asli

Angin Segar Tak Menyejukan; Putusan MK 35 Tahun 2012

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahkamah konstistusi adalah sebuah lembaga Negara yang anggota dan ketuanya di pilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui mekanisme voting. Pada dasarnya tugas dari Mahkamah Konstitusi adalah “Mempelihatkan Kegagalan DPR” dalam hal pembentukan undang-undang. Karena tugas utama mahkamah konstitusi adalah menguji produk hukum yang dilahirkan oleh lembaga legislative tersebut apakah bertentangan dengan undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945, jadi ketika mahkamah konstitusi mengambil keputusan tentang pencabutan undang-undang atau salah satu pasal di dalamnya maka secara langsung pula putusan itu menganulir produk yang dilahirkan oleh lembaga terhormat tersebut.

Keberadaan mahkamah konstitusi memang bak angin segar di tengah kesemerawutan ketatanegaan kita dimana lembaga legislative di tingkat pusat itu terkadang melahirkan produk-produk hukum berdasarkan kepentingan golongannya saja atau bahkan intervensi pihak tertentu. Sebut saja undang-undang pemerintahan daerah yang salah satu pasal yang saat ini telah dicabut oleh mahkamah konstitusi mengisyaratkan izin presiden dalam pemerikasaan kepala daerah yang mana sebelumnya membuat para kepala daerah menjadi “kebal hukum” tergantung kedekatannya dengan istana atau tidak yang membuatnya dapat dihukumi atau sebaliknya. Kontroversi putusan mahkamah konstitusi soal tenaga alih daya atau bahasa kerennya outshuorching yang menganulir pasal di dalam undang-undang ketenagakerjaan yang membuat para pengusaha “gerah” juga merupakan perwujudan betapa produk-produk hukum yang dihasilkan kualitasnya tidak lebih baik dari tugas legal drafting mahasiswa semester 6 di fakultas hukum karena begitu syarat kepentingan dan loby-loby politik hingga melahirkan undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi dasar Negara kita yakni UUD 45.

Baru-baru ini mahkamah konstitusi memutuskan terkait pencabutan beberapa pasal di dalam undang-undang kehutanan yang mana implikasi hukum yang ditimbulkan adalah Negara wajib mengakui hutan adat yang dimiliki oleh masyarakat ada yang mana pemerintah tidak diperbolehkan mengeluarkan izin dalam bentuk apapun di atas kawasan hutan adat tersebut dan menjadi kewenangan masyarakat hukum adat dalam hal pengelolaan dan pemanfaatnya selama sesuai dengan prosedur yang ada. Sekilas putusan itu ibarat oase masyarkat adat di tengah degradasi hak atas pengelolaanya yang selama ini dikebiri oleh kewenangan-kewenangan mutlak baik pemerintah pusat maupun daerah dalam hal pemanfaatnya.

Tetapi apakah masalah selesai sampai disitu, tentu jawabnya masih belum karena sama-sama diketahui bahwa yang dapat menetapkan kawasan hutan adat adalah masyarkat adat. Sebagaimana kita ketahui bahwa eksistensi masyarkat adat adalah ketika telah mendapat pengakuan resmi dari pemerintah melalui produk yang setingkat peraturan daerah misalnya. Jadi putusan mahkamah konstitusi itu bak “lingkaran setan” karena pada dasarnya mengembalikan lagi kepada pemerintah tentang penetapan masyarakat adat yang kelak akan menetapkan kawasan hutan adatnya. Ketika pemerintah daerah khawatir ketika dia menetapkan suatu masyarakat sebagai bagian dari masyarakat adat akan mengancam pengelolaan kawasan yang mungkin sebelumnya sudah ditetapkan sebagai kawasan pertambangan, IUPHHK dll maka dengan mudahnya pemerintah daerah tersebut untuk tidak menetapkan suatu kelompok masyarakat sebagai bagian daripada masyarakat hukum adat.

Kedepannya harus ada tafsir dan pemaknaan bersama terkait dengan masyarakat hukum adat, misalnya didorong tentang adanya sebuah lembaga indpenden yang di isi oleh masyarakat, akademisi, NGO dan pemerintah dalam hal penentuan masyarakat adat tidak menjadi kewenangan mutlak pemerintah seperti selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline