Lihat ke Halaman Asli

Harapan Baru Sang Terpidana

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Konstitusi menunjukan kenegerawanannya sebagai salah salah satu lembaga Negara yang masih mendapat kepercayaan tinggi dari masyarakat setalah KomisiPemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu ditunjukan dengan dikabulkannya Judicial Review (Pengujian Undan-Undang) terhadap ketentuan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang diajukan oleh Antasari Azhar yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sama-sama kita ketahui bahwa Antasari Azhar Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah terpidana 18 Tahun penjara atas dugaan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen direktur PT. Putra Rajawali Banjaran.

Ada yang menarik dari pendekatan Hukum yang digunakan Mahkamah Konstitusi dalam mengambil Putusan terhadap pengujian ketentuan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ini karena menurut Mahkamah Konstitusi aspek Keadilan Hukum berada pada level lebih tinggi daripada Kepastian Hukum. Dapat kita bayangkan jika pendekatan Hukum kita selalu seperti itu maka tidak akan adalagi seorang nenek pencuri kakao yang akan dihukum atau koruptor milyaran yang akan dihukum ringan atau bahkan dibebaskan sebab pendekatan yang dilakukan adalah Hukum mampu melihat lebih jeli tentang alasan dan sebab orang melakukan tindak pidana tidak melulu menjadikan pasal pidana sebagai alat penghukum si lemah sementara menjadi tumpul bagi si kuat.

Implikasi hukum yang ditimbulkan dari putusan Mahkamah Konstitusi adalah kedepannya Peninjauan Kembali terhadap putusan Mahkamah Agung tidak hanya dibatasi sebanyak satu kali melainkan dapat dilakukan lebih dari satu kali selama bukti baru (novum) ditemukan oleh terdakwa atau kuasa hukum terdakwa yang dapat membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah atau tidak semua yang didakwakan terhadap terdakwa benar seutuhnya. Tetapi juga harus diingat bahwa upaya peninjauan kembali adalah tidak menghalangi eksekusi terhadap terdakwa. Misalnya saja terdakwa yang sudah dijatuhi hukuman oleh Mahkamah Agung tetap harus menjalani hukuman tersebut meskipun Si Terdakwa kembali mengajukan upaya hukum peninjauan kembali pada Mahkamah Agung terhadap perkara yang didakwakan kepadanya.

Tentu Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap ketentuan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ini akan membuat Mahkamah Agung sedikit “lembur” dan “bangun lebih awal” mengingat akan ada ratusan bahkan ribuan perkara pidana yang telah diputus pada tingkatan peninjuan kembali akan diajukan kembali oleh para terdakwa atau kuasa hukumnya yang dapat menunjukan bukti-bukti baru (novum).  Sebut saja terdakwa kasus korupsi seperti Angelina Sondakh, Miranda Gultom, Gayus Tambunan serta terdakwa-terdakwa lainnya akan beramai-ramai mencari dan menunjukan bukti-bukti baru agar dapat melakukan Peninjauan Kembali terhadap Putusan yang telah menjerat dan merampas kemerdekaan mereka.

Semoga Tugas dari Mahkamah Agung yang mungkin akan diserbu oleh ribuan terpidana yang ingin mengajukan Peninjauan Kembali terhadap kasus-kasus mereka dapat segera disikapi dengan cepat mengingat belum ada putusan ini saja proses berperkara di Mahkamah Agung cukup menyita waktu apalagi dengan permintaan peninjauan kembali yang akan meningkat jumlahnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline