Peristiwa ini terjadi beberapa waktu yanglalu, ketika masa-masa WFH-WFO. Kasusnya bukanlah hal yang serius, tapi ...membuat saya bertanya-tanya: polisi kok seperti itu ya.
Kasusnya adalah soal pencurian. Bukan pencuriandengan pemberatan, atau pencurian dengan kekerasan, atau pencurian benda yangsangat berharga, namun pencurian binatang peliharaan, yaitu anjing.
Ketika pertama kali terjadi, saya sudahberpikir bahwa kasus ini akan berulang. Karena memang polanya seperti itu. Adamusim-musim dimana pencuri anjing berkeliaran mencari mangsa. Apakah hanyapersoalan populasi anjing di kampung saya? Rasanya tidak juga.
Saya mendapat informasi bahwa ada hubunganantara kejahatan pencurian anjing dengan harga daging babi. Jika harga dagingbabi melambung, katakan melewati angka Rp 100 ribu per kg, maka pencuriananjing akan marak terjadi.
Karena saat itu sedang masa WFH-WFO, makasaya mencoba melakukan pengamatan di pagi hari, saat saya mendapat jatah WFH. Suatupagi saya melihat ada dua orang yang melintas dan menyapa saya. Siapa dia? Sayatidak tahu.
Ternyata dia itu adalah pencuri anjing. Duaorang asing, tidak saya kenal, yang pura-pura kenal dengan menyapa warga yangditemui di jalanan kampung. Korban demi korban berjatuhan, dan pelaku, duaorang lelaki bersepeda motor berboncengan, terus beraksi. Ada anjing yangterbawa, ada anjing yang mati tak terbawa.
Modus yang dipakai adalah berkelilingdahulu. Ketika ada anjing yang terlihat, umpan yang ada racunnya ditebar.Pelaku kemudian mengamati dari jauh, dan ketika ada anjing yang menggeleparsekarat, dan keadaan sepi, pelaku mengambil anjing itu.
Informasi ini saya dapatkan berdasarpengamatan. Informasi ini juga saya sebarkan kepada warga melalui grup WA. Sayakemudian mendapat informasi dari warga jika pelaku berkeliling dusun. Juga adainformasi anjing siapa yang dicuri dan anjing siapa yang diracun tapi tidakterbawa.
Situasi mengarah kepada frustrasi.Pencurinya jelas kelihatan. Korban kerugian jelas ada. Pola kejahatan jelas.Bisakah dilaporkan? Masalahnya warga tidak tahu identitas pencuri. Apa iya,mereka yang dicurigai harus dihentikan dan dimintai fotocopi KTP?
Warga kemudian berinisiatif berkonsultasidengan Babin Kamtipmas. Konsultasi menghasilkan himbauan agar warga yangmenjadi korban melapor ke Polsek. Pagi hari setelah konsultasi itu, pencuriankembali terjadi. Anjing berhasil dibawa. Tetangga saya dengan sigap mengejarpencuri dan berhasil membuntutinya. Ada gambar yang berhasil direkam. Sayang, pelakuhilang ditengah kemacetan jalan.
Beberapa warga kemudian melapor. Saya jugaikut melapor, karena anjing milik ibu saya juga mati makan racun. Kamidiarahkan ke bagian serse. Bagaimana tanggapan bagian serse? Mengecewakan.Kelihatan kalau polisi enggan menanggapi laporan kami. Memang dia menulis. Tapihanya menulis pada selembar kertas, yang kertasnya mungkin dipungut dari bawahmeja. Apakah kertas catatan itu disimpan? Tidak tahu. Kami juga tidak ditanyaidetail identitas sebagai pelapor.
Kami pulang dengan kekecewaan. Setelahnya,pencurian masih terjadi. Kira-kira sebulan kemudian, ada kabar bahwa pencurianjing berhasil ditangkap. Tapi kabar ini tidak berhasil saya konfirmasi darikenalan yang ada di dusun tersebut.
Itulah pengalaman #percumalaporpolisi.Semoga Anda tidak mengalami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H