Sebagai negara yang sedang menjajaki kesempatan menjadi pemain global melalui sektor industri, Indonesia menjadi destinasi favorit para investor. Banyak sekali yang berlomba-lomba menanamkan modalnya di Indonesia.
Benar saja, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) baru-baru ini kembali merilis laporan Realisasi Investasi Indonesia yang telah mencapai Rp302,2 triliun di kuartal II/2022. Disebut-sebut, pencapaian ini menjadi rekor selama satu dekade terakhir.
Namun, dibalik gegap gempita pengumuman capaian realisasi investasi yang melonjak tersebut, ada investor yang 'kepayahan' kena' jebakan betmen' di tengah niat tulusnya membantu pertumbuhan sektor ekonomi Indonesia. Investor ini, tak hanya dari domestic direct investment, tetapi juga dari foreign direct investment.
Lantas, hal apa yang membuat para investor merasa terjebak dalam 'jebakan betmen' tersebut?
Para investor ternyata mengeluhkan banyaknya kebijakan kontroversial yang dibuat pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah kebijakan pajak progresif untuk ekspor nikel. Kebijakan ini dinilai berat sepihak karena pemerintah tidak melihat secara fundamental bahwa sektor pertambangan berkontribusi dalam pencapaian realisasi investasi Indonesia yang terus bertumbuh.
Katanya, sih, pemerintah punya alasan untuk menerapkan pajak progresif pada ekspor nikel ini. Semua dilakukan demi kelancaran program hilirisasi nikel agar tak hanya berhenti di produk Nickel Pig Iron (NPI) dan Ferronickel (FeNi) serta untuk menjaga cadangan bijih nikel di Tanah Air.
Hal ini pernah diungkap oleh Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Septian Hario Seto di bulan Januari 2022 silam.
Namun yang terjadi, dalam PP No 26 Tahun 2022, ternyata tak hanya dua produk itu saja yang dikenakan pajak progresif, ada sederet produk olahan nikel lainnya yaitu Nickel Matte, Nickel MHP, Nickel Sulfida, Kobalt Oksida, Logam Krom, Mangan Oksida dan masih banyak lainnya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh pemerintah di awal tahun, bahwasanya hanya 2 produk nikel saja yang akan dikenakan pajak progresif!
Tak hanya sampai disitu keluhan investor, kebijakan lainnya dari pemerintahan yang turut bikin puyeng mereka adalah meniadakan tax holiday bagi investor baru di sektor smelter NPI dan feronikel di Tanah Air. Jadinya, sudah tidak ada lagi fasilitas bebas pajak untuk beberapa periode tertentu bagi investor yang baru menjajaki penanaman modal di sektor smelter Indonesia.
Puncaknya, ternyata sederet kebijakan memusingkan tersebut tidak pernah dibahas terlebih dahulu ke pihak pengusaha dan investor. Negara seolah meniadakan sosok yang berperan besar mendatangkan pundi-pundi ke kocek realisasi investasi yang dibangga-banggakan.