Meski sektor tambang RI merupakan salah satu dari 4 sektor ekonomi yang memberikan banyak kontribusi untuk pendapatan negara, namun nyatanya masih banyak cerita kelam di dalamnya. Salah satunya terkait masih eksisnya tambang ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di tengah upaya sektor pertambangan untuk memberikan nilai tambang ke produk sumber daya alam lewat hilirisasi industri.
PETI ini tentulah jauh berbeda dari kegiatan pertambangan resmi pada umumnya. Mereka menambang dan memproduksi mineral tanpa izin, tak memiliki prinsip pertambangan yang baik, dan ujungnya bisa membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup serta perekonomian masyarakat sekitar.
Ada berapa, sih, tambang ilegal di Indonesia? Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), per kuartal III/2022, ada sekitar 2,700 lokasi tambang ilegal dengan rincian 96 lokasi tambang dan 2,600 lokasi pertambangan mineral.
Banyak, tentu saja. Hal ini menjadi 'PR besar' untuk Kementerian ESDM sebagai pihak yang berwenang dalam urusan sektor pertambangan di Indonesia. Bahkan pihak Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa meski penambang ilegal sudah ditindak hukum, namun tetap saja muncul-muncul terus.
Sedangkan menurut pakar Hukum Pertambangan sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta, Ahmad Redi, alasan PETI masih eksis di Indonesia karena kurangnya pengawasan dari pihak pemerintah serta pembiaran begitu saja.
Padahal, tambang ilegal ini sangat merugikan, tak hanya kepada masyarakat namun juga ke negara. Bayangkan, karena pertambangan tersebut dilakukan tanpa izin dan sepengetahuan pemerintah, profit dari tambang tersebut tak masuk ke kas negara. Selain itu, karena pertambangan tak dilakukan sesuai instruksi dan pengawasan, maka bisa saja menimbulkan dampak lingkungan yang buruk ke sekitarnya.
Lalu, bagaimana dengan pelaku tambang yang sudah melakukan kegiatan operasional sesuai aturan yang berlaku, memberikan sumbangsih kepada pemerintah, tetapi malah "dikhianati" dengan pencabutan IUP begitu saja, tanpa ada pemberitahuan, tanpa ada kejelasan?
Pencabutan IUP kepada para pengusaha sektor tambang bahkan juga bisa merugikan negara (lagi). Investor yang sedang membantu mengembangkan industri dalam negeri bisa saja kabur karena tidak adanya kejelasan hukum, perlakuan yang tidak adil, serta tak adanya iklim investasi yang nyaman.
Dimanakah peran Kementerian ESDM sebagai 'payung' yang mengatur sektor industri pertambangan ini? Maraknya tambang ilegal memang tidak mudah dientaskan namun tetap harus segera dibereskan! Karena hal ini tidak hanya berkaitan dengan perekonomian satu orang saja melainkan perekonomian negara. Kalau seperti ini terus, bagaimana Indonesia mau menjadi pemain besar kelas dunia, di sektor kendaraan listrik misalnya, jika pengelolaan sumber daya mineral di sektor hulu masih carut marut?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H