Bagaimana jadinya, kalau kamu seorang pebisnis dan sudah membuat produk yang bersumbangsih pada pendapatan negara, lalu mendadak izin dagangnya dicabut begitu saja. Tanpa tedeng alih-alih, tanpa pemberitahuan atau peringatan dari pemerintah? Mungkin itulah yang dialami oleh pemilik bisnis pertambangan.
Sebab, sejak awal tahun 2022, pencabutan ribuan izin usaha pertambangan yang tidak melakukan kegiatan sama sekali menuai pro kontra. Tercatat sampai 24 April 2022, jumlah pencabutan mencapai 1.118 dari total jumlah target yaitu 2.078 izin usaha pertambangan yang baru saja dicabut oleh pemerintah.
Menurut Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus), Budi Santoso, ancaman ini menunjukkan ketidaktahuan pemerintah tentang apa yang dikerjakan industri tambang. Selain itu, ia menilai pemerintah membuat aturan tanpa memahami realitas yang dihadapi industri.
Mengacu pada pasal 119 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009, pencabutan usaha pertambangan seharusnya dilakukan dengan transparan dan melalui mekanisme atau proses yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Proses pencabutan suatu IUP berdasarkan Pasal 185 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba diawali dengan penerapan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, dan pencabutan.
Pemerintah sepatutnya mengikuti prosedur pemberian sanksi administratif yang diatur di dalam Pasal 185 PP No. 96 tahun 2021 yaitu memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 kali masing-masing memiliki jangka waktu 30 hari kalender, penghentian sementara yang diberikan paling lama 60 hari kalender setelah peringatan tertulis ketiga, lalu pemerintah dapat mencabut izin setelah tidak ada itikad baik dari perusahaan setelah penghentian sementara.
Selain itu, jika boleh kilas balik, mari kita telusuri UU Minerba No. 3 Tahun 2022, di dalamnya terkandung bahwa penerbitan dan pencabutan IUP hanya boleh dilakukan oleh Menteri ESDM. Namun, pada paruh awal tahun 2022, BKPM mencabut 2.000 sekian IUP. Menurut pakar hukum pertambangan, Ahmad Redi, pencabutan IUP yang dilakukan oleh BKPM tak sah.
Ia juga menambahkan bahwa surat keputusan Menteri Investasi yang mencabut 2.000 sekian IUP dinilai tidak sah berdasarkan menurut pandangan akademik. Sebab, dalam UU Minerba, hal tersebut diatur kewenangannya oleh Menteri ESDM.
Pencabutan IUP ini tidak bisa dianggap sepele karena menyebabkan berbagai dampak. Seperti, pekerja tambang berpotensi kehilangan pekerjaan. Perusahaan juga merugi karena tidak diperbolehkan beroperasi. Serta pada akhirnya membuat investor takut untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia karena hukum yang tidak jelas.
Seharusnya pemerintah membentuk regulasi yang memberikan ketegasan dan kepastian terhadap kondisi tertentu dari pelaku industri pertambangan. Terpenting, harus ada evaluasi menyeluruh dan teliti terhadap pemenuhan kewajiban administrasi dan teknis perusahaan pemegang IUP. Sebab, dikhawatirkan terdapat perusahaan yang sudah melaksanakan kewajiban namun tetap dicabut izinnya oleh pemerintah.