Lihat ke Halaman Asli

Wawan Periawantoro

Punya usaha kecil-kecilan

Andre-Nusron terhadap Bisnis PCR: Ada Bisnis Tipu-Tipu dan Kartel!

Diperbarui: 10 November 2021   15:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra Andre Rosiade/Padek.co

Permainan bisnis PCR di kalangan pejabat lingkar istana sedang marak. Hal ini menjadi perhatian Komisi VI DPR RI, sehingga menggelar rapat dengar pendapat  dengan beberapa petinggi perusahaan-perusahaan BUMN kesehatan. Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra Andre Rosiade mencurigai beberapa pihak yang melakukan bisnis tipu muslihat penerapan tarif tes PCR yang berbeda-beda. 

Intrik bisnis PCR pun dijelaskan Andre, menurutnya, saat ini dalam waktu 1 jam mesin-mesin PCR sudah bisa menangani banyak spesimen. Diketahui terdapat mesin PCR yang bisa digunakan untuk 96 spesimen per 1 jam, ada yang 48 spesimen per 1 jam. Sementara, untuk mesin ekstraksi ada yang 16 spesimen per 20 menit, ada yang 32 spesimen per 20 menit, ada yang 48 spesimen per 20 menit dan yang 96 spesimen per 20 menit. 

Dengan demikian, lab-lab seharusnya tidak perlu lagi mengeluarkan tarif yang berbeda-beda karena alasan waktu keluar hasil tes PCR. Penerapan postur biaya seperti itu dinilai lucu oleh Politikus Gerindra tersebut. 

Menurut Andre, penerapan tarif yang berbeda sesuai dengan waktu keluarnya hasil PCR itu tidak signifikan. Maka dari itu dirinya menduga ada pihak yang terlibat dalam tipu-tipu ongkos PCR.

Andre mengaskan lebih lanjut bahwa sebenarnya waktu hasil keluar tes PCR tidak penting dan tidak signifikan. Hal itu dikarenakan mesinnya bekerja dengan jumlah spesimen. Sehingga ia menduga adanya ditipu-tipu dalam ongkos bisnis ini. 

Dalam kesempatan yang sama, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) didesak Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid agar segera menyelidiki bisnis PCR. Dasarnya adalah acuan harga, sehingga hal  ini ditegaskan Nusron Wahid. 

Maka dari itu atas nama akuntabilitas dan transparansi, Nusron meminta dirut holding menyampaikan harga pokok produksi yang sebenarnya dan apa benar bahwa harga PCR bisa di bawah Rp200 ribu. Jika memang benar, apa alasan yang membuatnya bisa mahal. Tanya Nusron kepada BUMN Farmasi.

Dugaan yang dikeluarkan oleh Nusron atas harga PCR Indonesia yang tidak wajar dan tidak ekonomis yakni karena adanya bisnis yang tidak sehat. Hal tersebut bisa berupa kartel atau monopoli.

Oleh karena itu, Nusron meminta kepada pimpinan Komisi VI mengagendakan rapat dengan KPPU untuk segera melakukan pemeriksaan dan penyelidikan. Hal itu berkaitan dengan adanya dugaan kartel, monopoli, atau bisnis usaha yang tidak sehat, sebagaimana diatur dalam UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Usaha yang Tidak Sehat dan Monopoli.

Dalam RPDU, BUMN farmasi menjadi incaran Nusron tentang hal persentase BUMN holding yang melayani PCR. Terungkap bahwa holding BUMN farmasi hanya melayani 20-22 persen spesimen dari 48 juta spesimen. Sedangkan 80 persennya dilakukan oleh pihak swasta. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline