Lihat ke Halaman Asli

Bukan Salah Kita

Diperbarui: 28 Februari 2024   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bukan salah  kita

Menahan beban masalah yang menghimpit dalam hidup hanya seorang diri sangat tidak mudah, berat sekali, aku berjibaku menghadapinya sendirian, ingin lepas dari beban belenggu itu sungguh tidak gampang. Perlu kesabaran tingkat tinggi dalam menghadapi  semua.

Kapal kehidupan yang kutumpangi akhirnya karam, sekalipun itu bukan inginku, aku tegaskan sekali lagi itu bukan inginku, Aku begitu terpukul dengan kenyataan ini, nangis sejadi-jadinya dipangkuan teman sejati Nura Mahalia Namanya, teman sewaktu sekolah berseragam putih abu ini selalu saja ada bagiku apalagi sekarang disaat terpuruk.

Nura bagiku bukan saja sebagai sahabat, tapi ia ku anggap kakakku sendiri, aku tak sungkan lagi ketika harus bicara soal privasi sekalipun.

"Aku menyelesaikan semua itu sendirian Nur", lanjutku pada Nura, "sebesar itukah beban masalah yang dihadapi?", tanya Nura padaku, aku tak tuntas berbicara berhenti sejenak, sambil mengatur intonasi yang mulai terganggu dan terbata-bata, mata berkaca-kaca, suara semakin parau, namun aku tetap melanjutkan cerita yang terpotong itu.

Menceritakan pada Nura segala beban hidup yang seolah tak bertepi, telah dan sedang dialami, air mata semakin deras saja mengalir, membasahi kedua pipiku, padahal aku berusaha tahan agar tak keluar, namun tetap saja memaksa.

Terkadang orang menilai diriku hanya diluarnya saja Nur, Nura hanya menatap iba, "kenyataannya jauh dari apa yang orang sangka-kan", aku benar-benar remuk menghadapai semua ini keadaan telah memaksaku, kucoba bertahan agar mampu survive dan semua itu aku tutupi dengan bersikap seperti biasa saja, seolah tak ada masalah yang hebat yang sedang mengguncang dan menggedor dinding-dindang kapal yang sedang berlayar dihamparan samudera yang begitu luasnya, tetap tersenyum keluar walau sayatan-sayatan luka begitu pedih mengiris -ngiris didalam, semua tak dirasakan, seolah kuat dan kebal,  nyatanya rapuh badan ini menahan luka yang begitu pedih, sangat pedih Nur, air mata semakin deras saja keluar membanjiri pundak Nura.

@@@

Betapa mensyukuri setiap keadaan adalah kewajiban yang sering terlupkan bahkan dilupakan oleh kebanyakan manusia termasuk diriku, aku begitu  terbebani dengan masalah yang sedang menimpa. Ternyata diluar sana orang-orang jauh lebih rumit dan sulit dari apa yang aku hadapi sekarang. Kadang kita memandang rumput tetangga itu indah jauh lebih hijau, menarik, menggiurkan bahkan menggoda dan kita menilainya penuh gejolak syahwat.

"Syukuri apa adanya"

"Hidup adalah anugerah"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline