Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS ALi Imran 97)
berdasarkan ayat diatas, yang menjadi titik krusial bagi seorang muslim dalam menjalankan ibadah haji/ umroh ialah kemampuan untuk menjalankan perjalanannya atau istithoah. Istithoah merupakan kemampuan jemaah haji antara lain :
a. jasmaniah : kesehatan yang prima & bugar
b. ruhaniah : terpanggil secara spiritual dan terus memupuk ilmu manasik
c. pembekalan : finansial maupun ketaqwaan,
d. keamanan : tidak sedang terjadi perang/ wabah
e. sosial : memastikan keberlangsungan hidup keluarganya.
dalam mengupayakan keistithoahan tersebut, tentulah diperlukan dana yang tidak sedikit. dan ini dilihat sebagai peluang bagi para penyedia jasa keuangan untuk menawarkan fasilitas pembiayaan kepada calon jamaah. tak bisa dipungkiri umroh maupun haji adalah ibadah yang sangat dirindukan oleh setiap muslim. sehingga sebagiannya memilih untuk berangkat umroh dan haji, bahkan dengan berhutang. nah, bagaimana hukumnya dalam Islam?
para ulama' sepakat terkait ketidakbolehan berhutang untuk berangkat umroh/ haji, jika itu dilakukan oleh calon jamaah yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar hutang. Sebaliknya, apabila calon jamaah, memiliki kemampuan untuk membayar hutangnya, dan tidak mengganggu keberlangsungan hidup keluarganya maka umroh/ haji pun bisa dilaksanakan.
namun demikian, sebaiknya tetap diperhatikan aturan main berhutang dalam islam, sebagaimana telah di ajarkan dalam surat Albaqarah ayat 283 :
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. (QS 2: 283)