Lihat ke Halaman Asli

Wawan Gunawan

Saya suka Menulis

Tuhan, Kembalikan Rumaku - Wawan Gunawan

Diperbarui: 9 Desember 2021   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tuhan, Kembalikan Rumahku

Karya : Wawan Gunawan

Terdengarlah suara kokokan ayam dikandang itu, terdengar sangat merdu dan sungguh pagi ini aku menikmati semuanya dengan seirama.  Dan suara para penduduk desa pun seiringan dengan ramai dan dimana aku merasakan sangat damai dan sejahtera, aku lakukan itu dimana sebuah pemandangan alami nya desaku. Kicauan merdu dan alunan yang indah mengiringiku untuk bersemangat menampakan tenaga dan badan untuk merasakan keindahan itu.

Terlihat sangat indah rumahku saat malam bersinar menerangi seluruh kegelapan malam dan bagaikan sinarannya itu menimbulkan cahaya natural dari sebuah lampu diimalam itu, dan dipagi hari rumahku serasa penuh dengan semanagat dan harum dengan disandingkan dengan tanaman bunga mawar yang telah merekah sangat indah saat dipandang oleh kedua bola mata, indah dan merah itulah pertama mata dan hati menyatakan dengan lisan dan pikiran yang bersatu akan sentuhan makna hidup ini.

Rumahku terlihat indah diluar, tapi mengapa semakin aku dewasa rumahku serasa tak bernyawa kembali , oh tuhan apakah rumahku tak punya lampu kembali? Mata dan pikiran memeikirkan hal tersebut sewaktu kecil rumahku baik-baik dan penuh dengan kata senyuman dan tawaan dari semua penghuninya, tapi saat dewasa ku kenapa hal tersebut redup seakan dimakan oleh sang penguasa alam ini, Hatiku berkata " Oh, tuhan kembalikan rumahku, aku ingin seperti sedia kala aku ingin melihat penghuni ku bergembira selalu tanpa ada tekanan alam ini " aku tahu bahwa tak secepat kau mengubah keadaan saat ini aku tahu akau tak pantas mendapatkan hal tersebut.

Aku sudah dewasa sekarang dan mengapa perubahan itu terjadi pada ku dan rumahku, aku menginkan semunya indah sedia kala, dimana dewasa mengajarkan bahwa tak seindah kehidupan remaja dulu, semakin kau menginjak umur bertambah maka semakin banyak tantangan yang kau akan lalui, maka lalui dengan penuh kepercayaan dan keyakinan, bahwa dewasa bukanlah mnegajarkan untuk mudah mengucapkan mati dihadap keadaan tapi dewasa mengajarkan bahwa berjuang dan berdoa adalah kunci untuk menikmati hidup ini, ya tahu perubahan akan sellau ada maka aku tak ingin menyiakan apa yang kau berikan padaku.

Tuhan mengapa kau mengiinkan aku hidup, sedangkan aku dirumah tak lagi dirindukan, bahkan bayangan aku semakin hari tak ingin menyapa pada sang penghuni, meski aku ingin sekali menyampaikan bahwa aku adalah manusia yang butuh akan penuh kasih sayang tapi kenapa hal tersebut sulit ku dapatkan saat dewasa mengampiri, apa ini jalan terbaik untuk masa depanku ataukah Cuma sebatas teguran indah dari mu, semesta ajarkan aku untuk menikmati semunaya ini supaya aku dapat melihat rumahku ramai kembali.

Aku rindu akan semua suasana rumah yang ramai, dan tawa yang terbahak oleh kemerduan penghuni tapi sayang aku terluka akan namanya dewasa aku sekarang sudah kecewa dengan semuanya , dan dimana aku tidak dapat bisa memahami dengan bijak hanyalah kunci jawaban terbaik uang yang bisa kembalikan pelnagi dirumahku. Udara dan suasana hidup yang aku inginkan, sediakala kisahku kecil terulang kembali dengan sebatas kenangan disisi kedua orangtuaku, Tuhan,Kembalikan Rumahku ku ingin menikmati kesenangan pernah ada yang sekrang telah hilang termakan oleh kertas diatas dompetku.

Bekasi, 09 Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline