Lihat ke Halaman Asli

Wawan Gunawan

Saya suka Menulis

Aku Terlahir Jadi Anak Miskin-Wawan Gunawan

Diperbarui: 6 April 2021   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: bp.blogspot.com/

Aku Yang Terlahir Jadi Anak Miskin

Karya : Wawan Gunawan

Masih sama seperti biasanya, dipagi hari yang cerah dengan dibaluti secangkir harapan dibenak yang ditumbuhkan oleh jiwa semangat yang masih membara, tak hal nya seperti api yang baru menyala dipenggorengan. Rasa yang membara ini adalah salah satu teman semangat yang berharga dihidupku, dimana tak ada dia maka hidupku akan tak berarti kembali, seperti hal nya bunga mawar merah yang indah diapandang oleh mata tapi tidak disirami oleh air yang mengalir. Pikiranku mulai membayangkan lagi setiap kali mata dan badan ini terbangun dipagi pagi hari, yang pikiran pun ingin berkata kembali, " Apakah hari ini kita bisa makan, enak?" Mungkin rasanya muak, dan murka dalam hal itu, dimana ada jalan dan dimana rasa malas untuk mencapai wanprestasi di depan umum bisa terjadi, ketika kata membara itu  bangun kembali di lelap tidurnya yang pulas terlihatnya.

Aku tahu dan bahkan mengerti dengan kondisi perekonomian keluargaku, yang bisa dikatakan dengan mata terlanjang bahwa aku anak yang terlahir dari keluarga yang miskin, dimana ayah dan ibu ku hanya sebatas gambaran sejati untuk melukiskan bahwa didalam keluargaku masih lengkap dan utuh, seperti hal nya bumi dan langit yang terlihat menyatu tapi nyatanya didalamnya itu banyak perbedaan dalam bentuk tempat dimana ia berpijak. 

Mungkin sesekali ketika keinginanku hadir seketika, maka aku hanya berkata itu hanyalah sebatas sapaan untuk hadiah dipikiranku, dimana hal tersebut tidak akan bisa diwujudkan oleh keluarga, ya, sebab hanyalah harapan dan keingianan yang kosong yang masing menjadi selimbut sejati yang menemai ku saat harapan itu menghampiri.

Tapi aku percaya bahwa tuhan memberikan musibah ini, pasti ada makna tersendiri yang  dimana cobaan ini sesuai dengan kemampuan dirinya masing-masing yang tak lebih dan tak kurang tuhan berikan kepada keluargaku saat ini. Mungkin aku tak bisa membuat orang bisa menyukaiku dengan kondisi miskin yang ku alami, sebab zaman yang modern serba canggih ini hanya segelintir orang yang menerima kelebihan dan kekurangan terhadap keadaan ekonomi keluarga.

Teman yang menjadi awal semangat hidup mungkin dalam aktivitas hari ku sudah tak berarti kembali yang seharusnya bisa membuat jiwa ini membara , sayang aku harus mampu berdiri sendiri  yang meingkari dengan istilah bahwa  " Manusia adalah makhluk sosial ". Tapi menurut ku tak akan berguna ketika seorang tak memberikan awalanya sebuah hadiah, dimana hal tersebut membuatku terusik malu dengan kondisi keluargaku.

Mungkin sesekali aku sedih dan bahkan menyalahkan keadaan saat ini, mungkin aku juga berpikiran menyalahkan takdir miskinku ini, yang dimana tuhan yang tak adil yang semaunya memberikan musibah ini kepada keluarga, hal tersebut wajarlah banyak dilema dalam hal itu, pandangan orang akan berbeda-beda hanyalah satu yang sama ketika makhluk hidup bisa menghargai satu sama lain tanpa adanya sikap apatisme yang menjadi musuh sejatinya manusia. Hanyalah sebatas catatan kecil yang masih menjadi goresan tinta hitam ini berikan untuk bukku yang putih itu.

Sumedang, 06 April 2021




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline