Lihat ke Halaman Asli

Wawan Suprianto Nadra

Fotografer, Penulis, Naturalis dan Traveler

Kebiasaan "Toreba" pada Anak

Diperbarui: 25 November 2019   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber. dailyrecord.co.uk

Anak adalah hadiah terindah dari Tuhan yang maha kuasa yang dititipkan kepada kita. Kehadiran sang anak membuat suasana hati dan keluarga menjadi megah meriah. Kesedihan menjadi senyuman bahkan saling marahan menjadi baikan. Anak diibaratkan sebagai malaikat pendamai keluarga. Ketika terjadi konflik dalam rumah tangga, sering anak menjadi penolong bagi ayah ibunya. Anak juga sebagai pencair lelah sang ayah. Senyuman sang anak mampu menghilangkan lelahnya seorang ayah dalam sekejap. Lelah dan letih terbayarkan dengan adanya kehadiran sang anak. Namun, hal tersebut tidak semuanya dialami oleh orang tua.

Menjadi orang tua memang tidaklah mudah. Terutama dalam hal mendidik, orang tua akan melakukan apapun untuk menjadikan buah hati (anak) memiliki pribadi dan pola pikir yang baik. Hal tersebut berarti menuntut orang tua harus berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan serta bertutur kata terhadap anak.

Terkadang yang terjadi, orang tua menjadikan sasaran pelampiasan emosi kemarahan kepada anaknya. Anak yang belum memiliki pemahaman dalam pemecahan masalah orang dewasa terpaksa harus menerima pelampiasan tersebut. Padahal, yang seharusnya dilakukan oleh orang tua adalah tidak memperlihatkan bentuk emosional kemarahannya kepada sang anak.

Terdapat banyak fakta yang terjadi dalam lingkungan dikehidupan kita, terutama di Maluku Utara, walaupun tidak semua mengalami hal tersebut. Anak menjadi sasaran tembak emosional kemarahan orang tua. Pelampiasan kemarahan itu tanpa ada penyaringan pemikiran yang rasional. Anak diperlakukan seolah-olah menjadi lawan untuk bergulat. Terkadang pula terjadi kontak fisik terhadap si anak. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang tua kepada anak adalah membentak dengan kalimat-kalimat kasar atau disebut toreba (bahasa lokal). 

Toreba dapat diartikan seperti bersuara keras atau membentak anak dengan menggunakan kalimat-kalimat yang tidak pantas yang justru dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan terhadap anak. Kebiasaan toreba yang dilakukan oleh orang tua sangat umum dijumpai di daerah kita di Maluku Utara walaupun sebagian orang tua mampu menahan amarahnya. 

Perilaku membentak (toreba) ini terjadi karena sang anak tidak menuruti keinginan orang tua, semisalnya dalam hal menyuruh untuk melakukan sesuatu dan ada pula yang terjadi karena adanya konflik dalam rumah tangga. Hal tersebut berdasarkan atas ketidakpahaman anak tentang maksud dan tujuan orang dewasa (orang tua).

Toreba (membentak, bersuara kasar) seperti warisan kebiasaan yang sudah turun temurun. Padahal, kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan buruk yang akan menjadikan sang anak cacat mental (gangguan psikologi) nantinya. Kebiasaan buruk itu dapat membuat sang anak canggung dalam menghadapi lingkungan sosialnya, seperti pergaulannya dengan orang lain menjadi kaku. Perlu diketahui oleh orang tua bahwa, jika kebiasaan buruk (toreba) membentak ataupun memperlakukan anak dengan kasar secara terus menerus akan menimbulkan dampak buruk yang sangat panjang. 

Dampak buruk tersebut seperti anak akan menjadi sosok yang penakut untuk mencoba hal-hal yang baru, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang merasa ragu dan tidak percaya diri, anak mewariskan sifat pemarah yang diwariskan oleh orang tua karena pembiasaan yang dilakukan oleh orang tua secara terus menerus, anak akan memunculkan sifat menantang dan keras kepala (kapala angin) serta menjadi pembantah nasihat dari orang tua, dan sebagainya. Membentak (toreba) terhadap anak juga akan mempengaruhi pertumbuhan otak pada sang anak. Struktur otak pada anak akan mengalami perubahan ketika orang tua membentak, berteriak, atau berlaku kasar terhadap anak.

Perlu diingat oleh orang tua bahwa, ketika anak diberlakukan kasar oleh orang tua, hubungan antara otak kanan dan otak kiri akan menjadi kecil. Hal tersebut mempengaruhi otak yang berfungsi sebagai pembentukan emosi dan perhatian akan berubah. Jika hal ini terus dilakukan, anak akan mengalami perubahan disaat usia anak menjadi remaja atau dewasa. Perubahan tersebut seperti munculnya kecemasan terhadap pikiran anak, depresi, pribadi selalu terganggu dan merasa terusik, dan bahkan dapat memicu resiko bunuh diri akibat merasa tertekan.

Hal sebaliknya jika orang tua memperlakukan anak dengan kelembutan dan penuh kasih sayang, otak anak akan berkembang baik dan lebih sehat. Orang tua juga harus mengetahui bahwa diusia tertentu anak mampu merekam kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua. Jangan heran jika sang anak sering berkata kotor terhadap lawan bicaranya. Hal tersebut merupakan cerminan dari apa yang dilakukan oleh orang tuanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline