Lihat ke Halaman Asli

Wawan Ridwan AS

Guru dari Cikancung

Menjaga Kelanggengan Pernikahan

Diperbarui: 28 Desember 2024   18:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Love. Menjaga Kelanggengan Pernikahan, Sumber Foto : unsplash.com

Akhir-akhir ini kita sering disuguhkan dengan berbagai berita di media televisi maupun online tentang maraknya keretakan dan perceraian rumah tangga terutama dari kalangan publik figur yang notabene diketahui masyarakat umum. Dengan berbagai alasan dan hal-hal yang terkadang sepele dan masih bisa diatasi sebagai sebuah dinamika dalam rumah tangga. Pernikahan terkesan bukan sebuah hal yang sakral untuk dijaga sampai akhir hayat, padahal jelas-jelas Tuhan telah memberikan kodratnya kita untuk saling mengenal dan berpasangan yang sah sebagai jalan melanjutkan keberlangsungan hidup manusia sebagai fitrah manusia itu sendiri.

Memang perceraian diperbolehkan agama, namun apakah karena hanya alasan diperbolehkan kita dengan mudahnya tanpa berusaha keras untuk mempertahankannya. Berbagai drama sinetron tentang perselingkuhan, keretakan rumah tangga di televisi ataupun online seolah menambah keadaan yang terkesan menjadi hal lumrah. Karena berbagai tontonan dibanyak media ini tentu saja dapat berdampak pada kalangan luas.

Laporan Statistik Indonesia 2023 yang dijelaskan GoodStats bahwa pada 2022 terjadi peningkatan 15% dibandingkan 2021 dan merupakan angka tertinggi dalam 6 tahun terakhir, tentu saja hal ini bukan kabar yang baik. faktor terbesar dari masalah ini diantaranya perselisihan dan pertengkaran, permasalahan ekonomi, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Pesatnya teknologi, budaya modern, serta informasi dari luar yang tentu saja tidak bisa dihindari tentu ada muatan negatif yang dengan mudahnya  masuk kesemua kalangan tanpa daya filter yang baik bisa jadi melemahkan pola pikir kita bagaimana seharusnya kita bertahan disaat guncangan terjadi. Kita lebih memilih membuka internet untuk mencari solusi atau sekedar curhat online daripada kita menemui orang tua, pemuka agama, membuka kitab suci dan meminta pada Tuhan yang mengatur segalanya. Keadaan ini tentu saja sebuah preseden yang kurang baik untuk penguatan diri kita dalam membina mahligai rumah tangga.

Penulis tidak ingin masuk kedalam perdebatan siapa salah benar, karena mungkin saja banyak hal lain yang akan berbeda aspek dan latar belakang serta sikap seseorang bagaimana menghadapinya.
Penulis hanya ingin memberikan refleksi dan perspektif berdasarkan pemahaman dan pengalaman bagaimana penulis menjalani biduk rumah tangga ini yang mungkin bisa membantu orang lain ataupun yang akan mencari pasangan bagaimana agar perjalanan rumah tangga ini bisa berjalan sesuai dengan seharusnya.

Penulis telah menjalani 25 Tahun Pernikahan, bersama satu isteri dan buah hati. Pada saat memutuskan akan menikah, pertimbangan utama penulis adalah bukan fisik semata namun lebih ke pertimbangan bahwa calon isteri penulis akan setia menemani penulis suka dan duka, dan sampai saat ini hal itu terjadi. Walaupun keadaan ekonomi tidak terlalu sehat, kembang kempis dengan segala dinamika permasalahan, ( sebagai contoh pernah menjual tabung gas 3 kg yang hanya 1 buah karena sudah tidak punya uang), permasalahan berat yang hampir berpisah terjadi 2 kali, alhamdulillah dengan pemikiran dan langkah yang dianggap tepat sampai saat ini tetap bersama, dan akan selalu bersama.

Menjalani pernikahan memang bukan hal mudah dijalani, tidak hanya sekedar kata cinta belaka, apalagi banyak kendala yang melatarbelakanginya. Tentu saja harus dibarengi dengan bekal pemikiran pemahaman bagaimana menjalaninya. Bahwa kita harus menjalani hidup sesuai kodrat dan fitrah kita sebagai manusia yang menjalani hidup sesuai tuntunan agama.
Ada beberapa hal yang ingin penulis bagikan pada pembaca untuk menambah referensi dan refleksi, yang berdasarkan pemahaman dan pengalaman penulis.tentu saja hal ini bukanlah sebuah keharusan jika dirasa bukan langkah tepat, namun yang pasti bahwa kita harus memperkuat pondasi dengan langkah strategis sesuai kondisi kita masing-masing.

1. Usia Pernikahan yang Cukup Matang

Secara ekonomi dan psikologis, terutama untuk laki-laki yang akan menjadi kepala keluarga. Usia 25-30 dianggap cukup ideal, jika dibawah itu pastikan bahwa kita merasa siap secara mental bukan nafsu semata.

2. Buat Komitmen Bersama pada Awal Pernikahan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline