Sebelum aku lupa maka kuceritakan sekarang saja pada kalian. Hari ini Rinduku tuntas kawan, dan pastinya kau tahu bagaimana rasanya jika sebuah rindu terbayarkan. Menyenangkan, dan ini lebih dari menyenangkan, ini membahagiakan karena rindu ini sudah kupendam hampir 4 tahun lamanya, rindu yang hampir terlupa tapi kemudian muncul kembali karena aku inginkan rasa itu kembali lagi dalam diriku, dalam hatiku. Rasa yang pernah membuatku merasa nyaman, merasa cukup dengan apa yang kupunya dan pastinya rasa yang membuatku tentram.
Awalnya puasa tahun ini tak bermakna bagiku, tak berpengaruh pada imanku. Puasa yang kujalani dengan terpaksa hanya karena sekedar tak ingin meninggalkan kewajiban dari-NYA. Dan hampir dua minggu terlewat sudah tanpa ada perubahan yang bermakna dalam tingkah polahku, hanya jam makan dan tidur saja yang berbeda. Dan tentunya rasa bosan akan hadir pada akhirnya, entah kenapa aku ingin berubah dan tak ada waktu lagi untuk berleha-leha dan terus dikuasai oleh nafsu dunia.
Masih ku ingat jelas hari itu, sabtu sore ketika habis berbuka aku duduk sendiri di depan rumah sembari menghisap sebatang rokok yang tak pernah terlupa menemaniku saat berbuka. aku paksakan diri ini untuk mengambil wudhu yang awalnya untuk melakukannya pun aku ragu. Sehabis shalat magrib, ku buka kembali lemari dimana aku menyimpan buku. Tak akan susah untuk mendapat apa yang ku cari, sebuah musaf. Aku katakana pada diriku sendiri “Inilah saatnya!”.
Hari itu ku mulai lagi rutinitas lamaku, membaca Al Qur’an sebahis sembahyang. Tapi tak semudah dulu, tak seindah dulu dan tak sekhusyuk dulu. Aku katakana pada diriku “Sebuah usaha tak akan berhasil pada awalnya.” . Dan mulai hari itu aku paksakan diriku untuk shalat lima waktu dan selalu membaca artinya mengaji serta sehabisnya. Dan lagi-lagi tak mudah untuk menemukan rasa khusyuk itu kembali seperti dulu.
Genap satu minggu telah ku jalani rutinitasku dengan sungguh-sungguh. Di sore ini sehabis wudhu kudapati kakak tertuaku dan keluarganya menggelar sajadah di luar kamar mereka, tanpa diberi aba-aba akupun segera menggelar sajadahku beserta mereka untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Lama sekali tak ku rasakan suasana seperti ini karena aku terbiasa shalat sendiri dan kakak-ku berjama’ah dengan keluarganya. Al Fatihah mengalun indah dari kakak-ku, maklum saja dia dulu adalah guru mengaji dan kemudian ia melanjutkan surah pendek dengan suara yang berat dan mengiba.
“Surah Ar Rahman” tebakku. Dan ternyata benar, surah Ar Rahman mengalun indah dari bibir kakakku, anganku melayang membayangkan isi surah ini, dimana Alllah SWT menggunggat umatnya tentang nikmat yang manakah yang kami dustakan. Hatiku luluh bersamanya mendayunya suara kakakku, malu atas nikmat yang telah aku dustakan, malu atas keluh kesah yang aku keluarkan dan malu atas lalainya aku akan kasih sayang yang telah DIA berikan. Entah datangnya dari mana air mata ini, tiba-tiba saja mataku sembab memohon ampun atas semua dosa yang telah aku perbuat. “Ampuuunnn ya Allah.” Seruku dalam hati mengiringi jatuhnya tetes air mata ini.
Selesai shalat, hati ini terasa begitu ringan, lepas dari semua beban. Rasa itu akhirnya kembali lagi, rasa yang membuatku menikmati hidup ini. Rasa yang telah lama hilang dari diriku, kini telah dikembalikan lagi olehNya. Rinduku tuntas hari ini, terima kasih ya Allah.
Rumahku Istanaku
Wawan, 19, 08, 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H