Saat itu memang kau tidak sedang meminta kepada Allah, tapi kau hanya meminta padaku, kau memohon padaku untuk aku mau menjadi istrimu, menjadi ibu untuk anak-anakmu kelak dan tidak lebih dari itu, aku iyakan tanpa syarat. Benar ternyata setelah 13 tahun kita menikah ternyata aku hanya menjadi ibu untuk anakmu bukan lagi menjadi istrimu.
Janji yang pernah kau ucapkan dihadapan Allah, di depan penghulu serta orang tuaku, mungkin saat ini hanya selembar kenangan yang hanya sekejap melintas dan diatas kepalamu dan hanya pantas untuk disingahi dan tidak untuk dihayati apalagi dilaksanakan.
Bila saja waktu bisa dihitung mundur mungkin saat itu aku tidak akan memilihmu, mungkin takdir dan nasibku berkata lain, jujur aku katakan aku sayang dan cinta, mungkin itu yang membutakan mata hatiku saat itu.
Ya sudahlah itu hanya tinggal kenangan, itu masa lalu, tidak pantas untuk dikenang, yang pasti saat ini aku harus berjuang untuk menghidupi 2 buah hatiku yang jauh lebih berharga dari apapun, walupun aku nggak pernah tau kedepannya kelak mereka akan menjadi apa, biarkan hidup kami mengalir seperti air tampa pernah aku tau dimana muaranya.
Terkadang aku berpikir kelak memiliki keluarga yang harmonis, bahagia, mungkinkah? aku tidak berani menjawabnya, walaupun tidak aku pungkiri aku pun pernah merasakan hal itu, tidak lama hanya sesaat, tapi itu jauh lebih baik.
Kebahagian yang semu, mungkin gambaran orang padaku saat ini, tapi tidak juga, aku menikmati setiap detik hidupku dan tidak membuang waktu sedikitpun dengan apa yang aku dapatkan dan nikmati saat ini. Terkadang aku berpikir Allah kok tidak adil yah untuk hidupku, untuk perkawinanku, untuk rumah tanggaku, tapi aku yakin Allah tidak tidur, aku bisa dan mampu menjalaninya sekalipun suamiku tidak ada dan tidak lagi perduli akan hidupku dan buah hatiku yang mana masih darah dagingnya pula, naib memang hidup ini, tapi tidak juga sih bila kita dapat menerimanya dengan keihklasan.
Hidupku tidak ada yang perlu disalahkan, kupikir bila yang satu salah maka dua-duanya salah, bila yang satu benar maka dua-duanya benar, aku tidak mau dikatakan perkawinanku gagal karena memang tidak jelas sampai saat ini, dan aku tidak tau mau dibawa kemana perkawinan ini, terserah, sejauh aku menikmati tidak jadi masalah, karena aku yakin kok kebahagian bisa aku dapatkan dari siapa dan dimana saja dalam arti yang positif, walaupun terkadang pikiran negatif terkadang juga mengoda.
Kesempurnaan memang bukan milikku saat ini, kata-teman teman, siapa bilang justru aku merasa yang paling sempurna, karena sedang mencari arti yang sesungguhnya dalam berumah tangga karena aku belum dinyatakan gagal dan hancur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H