SALAH KAPRAH SOAL BANJIR DI JAKARTA
Wakil Gubernur Jakarta Basuki (Ahok) menuai kritik karena pendapatnya tentang banjir di Kampung Pulo di tepian Ciliwung. “Hingga kiamat pun kawasan banjir di Jakarta tak dapat diatasi,” kata Ahok sebagaimana dikutip beberapa media.
Sesungguhnya secara substansial pernyataan ini benar adanya. Namun Gubernur Jokowi dan Wagub Ahok tetap salah.Dimana letak kesalahannya ?Kesalahannya adalah pada saat kampanye dan pada saat mengawali jabatan Gubernur/Wagub Jakarta keduanya BERJANJI akan mengatasi banjir dalam waktu singkat. Mereka berdua keliru janji, sebab menjanjikan sesuatu yang mustahil terwujud. Tentu, yang membuat mereka berdua keliru janji adalah Tim Pemikir yang memberikan masukkan dan bisikan.
Tapi yang salah tidak hanya Jokowi dan Ahok, tapi juga warga masyarakat yang terlalu percaya pada janji itu. Sebab dibanding dengan Joko dan Ahok yang pendatang baru, seharusnya masyarakat lebih tahu mengenai seluk beluk banjir di Jakarta.
Mengenai masalah banjir, ada pengalaman menarik ketika terjadi banjir di tahun 2002, masa Presiden Megawati dan Gubernur Soetiyoso. Banjirnya luar biasa hebat, duapertiga wilayah Jakarta ditelan air. Lalu, ada pihak tertentu berniat menggugat Gubernur Jakarta dan juga Presiden Megawati, karena dinilai gagal mengatasi –yang diartikan “menghilangkan”—banjir. Ya kita-kita juga termasuk yang bersuara keras melontarkan kritik.
Soetiyoso yang sudah terbiasa menghadapi situasi kritis, tidak bereaksi terhadap kritik-kritik itu. Ia kumpulkan semua yang kritis lalu diajak diskusi, Narasumbernya dari Himpunan Ahli Teknik Hidrologi Indonesia (HATHI). Diskusi dibagi dalam dua tahap. Tahap Pertama, mengidentifikasi dengan cermat penyebab banjir di Jakarta, dan Tahap Kedua, mencari solusi atas masalah tersebut.
Beberapa Simpulan Diskusi Tahap Pertama sebagai berikut:
1.Jakarta berada di dataran banjir. Karena itu menghilangkan banjir di Jakarta tidak mudah, bahkan nyaris mustahil. Mengubah wilayah Jakarta menjadi alam buatan,tidak menghilangkan genangan air, melainkan hanya memindahkan genangan ke wilayah yang lebih rendah.
2.Dalam beberapa dekade terakhir, curah hujan di Jakarta cenderung meningkat dan berdampak meluasnya daerah tergenang air. Hingga saat ini belum ada teknologi yang “menghilangkan” hujan. Yang ada baru teknologi memindahkan lokasi turunnya hujan.
3.Perbaikan kondisi lingkungan di hulu sungai tetap perlu untuk mengurangi banjir kiriman. Namun, faktor utama penyebab banjir justru berada di wilayah DKI Jakarta (karena itu huluKanal Banjir Timurberada di tengah kota, bukan dibuat dipinggir selatan kota atau di Depok)
4.Untuk mengurangi dampak banjir maka perbaikan sistem drainase kota, normalisasi sungai dan situ perlu dilakukan. Begitu pula relokasi penduduk dari bantaran sungai dan kawasan rentan ancaman banjir.
Sedangkan dalam Diskusi Tahap II tentang solusinya, pada prinsipnya perlu dilakukan langkah mitigasi dan adaptasi secara terus menerus.
Lantas apa jawab Bang Yos ketika ditanya langkah-langkah untuk mengatasi banjir ?
Untuk mengatasi banjir apalagi menghilangkan banjir dari Jakarta yang mampu hanya Gusti Allah, karena dia pencipta alam semesta. Sebagai gubernur ia hanya mampu mengurangi dampak yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Banjir memang tidak dapat dihilangkan, tapi manusia dapat berikhtiar agar tidak terus menderita karena banjir.
Lalu, bagaimana mereka yang hendak menggugat pemerintah karena banjir ?
Karena sebagian besar mereka itu (termasuk salah satu hotel mewah) berada di bantaran sungai, akhirnya tidak jadi menggugat. He he he. Itulah gaya Bang Yos
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H