Lihat ke Halaman Asli

Mencermati Isu “Dana Siluman” dalam Perseteruan antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14254829051274202930

Mencermati Isu “Dana Siluman” dalam Perseteruan Antara Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan DPRD DKI Jakarta

Mencermati Isu “Dana Siluman” Dalam  Perseteruan Antara

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan DPRD DKI Jakarta.

Oleh:

PAULUS LONDO

01.Memperhatikan dengan cermat eskalasi perseteruan antara  Gubernur DKI  Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dengan DPRD DKI Jakarta tampak telah memasuki tahap politisasi antara lain ditandai  dengan tersebarnya pesan pendek (SMS) yang dapat memicu konflik berpola mempertentangkan aspek SARA. Dengan demikian, ada anasir-anasir tertentu yang berniat memanfaatkan permasalahan ini untuk tujuan politiknya, dan jika dibiarkan dapat menimbulkan dampak serius yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, mengingat DKI Jakarta adalah ibukota negara yang menjadi barometer kehidupan sosial politik nasional.

02.Sebenarnya, pemicu perseteruan tersebut cukup sederhana dan dapat diselesaikan dengan mudah asalkan, komunikasi antar dua pihak terjalin dengan baik, dan senantiasa mengedepankan prinsip musyawarah serrta keterbukaan. Namun menjadi justru bertambah kusut karena dua pihak (Eksekutif dan Legislatif)  telah mengeluarkan senjata pamungkas: DPRD memakai hak angket (penyelidikan) dan Eksekutif melaporkan dugaan adanya “dana siluman[1]menyusup ke dalam APBD. Istilah “Dana Siluman” memang perlu diperjelas karena kata tersebut tidak pernah ada dalam terminologi penyusunan APBD , sementara system dan tata cara penyusunan APBD juga semakin terbuka/transparan.

03.Kronologi Konflik: Perseteruan Gubernur dan DPRD  bermula dari  penyampaian RAPBD DKI Jakarta 2015 kepada Menteri Dalam Negeri untuk memperoleh persetujuan:

a.DPRD menilai Gubernur DKI Jakarta telah melanggar prosedur pengiriman RAPBD 2015 sebesar Rp. Rp. 78,03 triliun karena dokumen yang dikirim bukan Draft RAPBD  hasil pembahasan bersama Eksekutif dan Legislatif yang disahkan  pada Rapat Paripurna  27 Januari 2015.

b.Karena draft RAPBD 2015 tersebut belum memenuhi syarat teknis, Kementerian Dalam Negeri mengembalikan draft RAPBD 2015 ke Pemprov DKI Jakarta.

c.Meski belum disetujui Mendagri dan juga dipertanyakan oleh DPRD DKI Jakarta draft RAPBD tersebut telah dipublikasikan kepada khalayak luas melalui website sehingga dikenal sebagai system  “E-Budgeting.”

d.Gubernur menolak menyampaikan Draft RAPBD TA 2015 hasil bahasan Eksekutif dan Legislatif karena  konon di dalamnya terdapat “dana siluman sebesar Rp. 12 triliun lebih.” Gubernur tetap bersikukuh mengirimkan draft RAPBD yang sebenarnya baru merupakan Kebijakan Umum Alokasi-Platform Penggunaan Anggaran Sementara (KUA-PPAS), belum merupakan Draft RAPBD 2015.

04.Akibat dari perseteruan berkepanjangan, maka hingga saat ini Provinsi DKI Jakarta belum memiliki APBD 2015 yang sah dan implikasinya penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan masyarakat terhambat. (Catatan Penting: JIKA APBD 2015 PADA KENYATAANNYA BELUM DISAHKAN , BAGAIMANA MUNGKIN TELAH TERJADI KORUPSI DANA SILUMAN ?)

05.Kronologi Penyusunan APBD:

a.Pada hakekatnya APBD adalah uraian Rencana Kerja Pemerintah baik untuk memberikan pelayanan kepada rakyat maupun untuk penyelenggaraan pembangunan untuk meningkatkan kehidupan rakyat yang dinyatakan dalam besaran  nilai uang.

b.Karena itu, lahirnya suatu APBD bermula dari apa yang menjadi KEBUTUHAN dan ASPIRASI RAKYAT.

06.Secara berurutan proses penyusunan APBD sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2015 serta aturan dasar tentang penyusunan APBD maupun Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu peraturan pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Penyerapan informasi kebutuhan dan aspirasi rakyat oleh:

a.1. Legislatif melalui temu konstituen, temuan di lapangan forum reses, dan sebagainya.

a.2. Eksekutif melalui penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang berjenjang dari tingkat kelurahan hingga provinsi.

b. Formulasi kebutuhan dan aspirasi rakyat oleh:

b.1. Legislatif (program unggulan dan pokok pikiran);

b 2. Eksekutif  dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Ini kemudian dijabarkan dalam bentuk KUA-PPAS (Kebijakan Umum Alokasi Anggaran – Platform Penggunaan Anggaran Sementara).

c. Eksekutif dan Legislatif bersama-sama membahas  KUA-PPAS.[2]

07.Adapun yang tercantum dalam KUA adalah:

a.target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintah daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah.

b.alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Sedangkan PPAS memuat Rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD.

c.Uraian pembelanjaan di dalam KUA masih bersifat pagu indikatif  di setiap bidang urusan pemerintah daerah sampai dengan jenis kegiatan. Namun jenis kegiatan yang dimaksud hanyalah sampai dengan dua digit (misalnya Belanja Pegawai, Belanja barang, dst) dan tidak sampai pada spesifik kegiatan. Karena itu disebut “Gelondongan.”

08.Hasil pembahasan KUA-PPAS[3] antara Pemda dengan DPRD ini dituangkan dalam bentuk NOTA KESEPAHAMAN ANTARA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF. Tegasnya baru Nota Kesepahaman, belum menjadi RAPBD yang disahkan. Dengan demikian masih terbuka kemungkinan untuk berubah baik besaran biaya  maupun spesifikasi jenis kegiatan, bahkan dapat terjadi penghilangan (penyoretan) atau penambahan kegiatan jika dianggap  bernilai  strategis atau merupakan kebutuhan yang mendesak, diluar kewenangan atau tupoksi dari SKPD atau bukan merupakan kewajiban daerah. Nota Kesepahaman itu  yang menjadi  dasar bagi eksekutif  menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD dan diajukan kembali ke Dewan dalam bentuk Rancangan Perda (RAPERDA) APBD.

09.Raperda APBD yang sudah dibahas dan disepakati  bersama kemudian dikirim ke Kementarian Dalam Negeri   untuk dievaluasi. Penyampaian Rancangan Perda APBD tersebut harus disertai dengan:

a. Persetujuan bersama antara Pemda dengan DPRD terhadap Raperda APBD;

b.UA-PPAS yang yang sudah disepakati;

c. Risalah sidang jalannya pembahasan Raperda APBD;

c. Nota Keuangan dan pidato Gubernur tentang penyampaian nota keuangan.

Hasil evaluasi disampaikan paling lambat 15 hari sejak Raperda APBD diterima.

10.Penyempurnaan (jika diperlukan) atas hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri dilakukan oleh Gubernur bersama dengan Panitia Anggaran DPRD dan hasilnya ditetapkan oleh pimpinan DPRD dan menjadi dasar dalam penetapan Perda tentang APBD. Keputusan pimpinan DPRD ini bersifat final dan dilaporkan dalam Sidang Paripurna berikutnya

11.Raperda APBD yang sudah disahkan menjadi Perda APBD kemudian menjadi dasar bagi  Gubernur untuk menyusun Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD. Jika sampai batas waktu yang ditentukan, belum disahkan dan ditetapkan oleh DPRD, maka Gubernur dapat melaksanakan pengeluaran bulanan maksimal sebesar APBD tahun sebelumnya yang disusun dalam Rancangan Peraturan Gubernur tentang APBD. Rancangan Peraturan Gubernur ini harus memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri dalam bentuk Keputusan Menteri.

12.Batas Waktu. Pembahasan dan penetapan Raperda APBD secara bersama oleh Pemda dan DPRD dilakukan paling lambat 30 hari sebelum pelaksanaan tahun anggaran atau tepatnya tanggal 30 November. Hasil evaluasi disampaikan paling lambat 15 hari sejak Raperda APBD diterima.

13.Jika memperhatikan proses prosedur penyusunan Perda APBD tersebut, maka jelas:

a.Tidak mungkin masuk anggaran yang termasuk kategori siluman sebab semua dibahas secara terbuka. Kalau pun ada mata anggaran yang belum dibahas setelah penanda tanganan Nota Kesepahaman Eksekutif – Legislatif, masih tetap terbuka dilakukan pembahasan berikutnya.

b.Kalau ada pengurangan atau penambahan menyebabkan munculnya anggaran siluman, tentu paling potensial datang dari eksekutif, karena eksekutif yang melakukan penyempurnaan hasil evaluasi dari Kemendagri.

c.KUA-PPAS yang dipublikasikan menjadi “E Budgeting” jelas bukan Raperda APBD karena itu seyogyanya segera dicabut.

d.Gubernur mempunyai peluang dan kewenangan yang luas untuk mencegah praktek dana siluman meski hal tersebut sudah sempat lolos masuk dalam APBD yakni melalui Peraturan Gubernur tentang Pelaksanaan APBD. Juga melalui pengawasan ketat pelaksanaan suatu kegiatan.

e.Dengan proses serta prosedur penyusunan RAPB seperiti ini, peluang yang tersedia bagi legislative untuk “main anggaran” hanya dalam bentuk GRATIFIKASI, melalui hubungan kongkalingkong antara pejabat SKPD, anggota Legislatif dan Rekanan.

[1] Dalam keseharian istilah “Siluman” identik dengan alam gaib atau duna tak kasat mata (nirmala). Konon dunia tersebut dihuni oleh makhluk halus. Namun dalam konteks Dana Siluman dalam APBD tidak ada hubungannya dengan dunia gaib. Bahkan aktornya justru makhluk kasar.

[2] Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa proses penyusunan APBD yang melibatkan DPRD dimulai dengan pengajuan KUA-PPAS oleh Pemda kepada DPRD.

[3],Sejatinya fungsi KUA-PPAS adalah:

a.dari aspek sisi akuntabilitas, Nota Kesepahaman KUA-PPAS ini menjadi dasar pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, dalam konteks sejauh mana ini sesuai dengan prioritas kebijakan anggaran.

b.dDari sisi disiplin anggaran, KUA-PPAS dikunci untuk membangun disiplin anggaran yang bersifat menyeluruh, sesuai plafon yang telah disepakati.

c.dari sisi efisiensi teknis, informasi daftar program dan kegiatan di KUA dan PPAS akan lebih memudahkan dan mempercepat penyusunan RKA SKPD. Jadi KUA-PPAS sendiri bukan merupakan APBD yang sudah disahkan, tapi hanya produk antara untuk memudahkan dan memperlancar proses penyusunan APBD.

[caption id="attachment_353994" align="aligncenter" width="333" caption="PAULUS LONDO, Pemerhati Sosial Politik"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline