Mendapat kehidupan adalah anugerah, mempertahankan dan menjaganya adalah kewajiban, semua umat manusia dengan berbagai ideology sepakat bahwa manusia mempunyai hak yang harus dijaga dan dilindungi. Tidak ada keraguan diantara kita bahwa merampas hak adalah pelanggaran kemanusian baik secara hukum positif maupun etika social dan agama. Seperti halnya hidup, anak adalah anugerah yang sangat sacral, posisinya adalah amanah Tuhan. Maka kewajiban kita untuk mengiliminasi pengukungan haknya dari cara berfikir, pengambilan kebijakan, etika social, tata pranata social, bahkan etika promosi dagang. Lembaga perlindungan anak di Indonesia menjamur bak cawan di musim hujan, semua berfilosofi bahwa hak anak harus dilindungi dan diperjuangkan, anak Indonesia harus mendapat pendidikan yang layak, kehidupan yang baik, perlakuan social yang tepat, terhindar dari kekerasan fisik dan psikis.Media informasipun tak ketinggalan mengangkat topic hak anak sebagai headline saat terjadi pelanggaran hak anak, bahkan kasus guru yang menempeleng murid yang badung jauh lebih penting diberitakan dari pada bagaimana seorang guru berjuang untuk mendidik muridnya. Ya, kekerasan pada anak adalah pelanggaran hukum. Ya, pemerkosaan anak adalah pelanggaran. Saat kita berkonsentrasi untuk menjaga kehidupan anak, pertanyaan saya adalah, kehidupan seperti apa yang kita berikan pada anak? Pastinya kehidupan yang ingin kita berikan adalah kehidupan yang baik, hidup yang berkualitas, baik secara fisik ataupun mental. Kualitas hidup anak ditentukan dari masa anak itu dikandung dan dilahirkan, pendidikan dini, kasih sayang dan pemberian makanan yang tepat adalah bagian dari faktor yang harus dipenuhi untuk menjamin kehidupan anak yang baik. Kita tahu rokok itu tidak baik untuk kehidupan dan mental anak, maka saat anak balita merokok semua orang tersedot perhatiannya. Bahkan Kak Seto langsung terbang dan bertemu langsung dengan anak tersebut, dan memfasilitasi program rehabilitasinya. Selain rokok kita juga tahu bahwa pemberian susu formula itu meningkatkan resiko penyakit akut seperti penyakit usus besar, infeksi telinga, beresiko tercemar sakazakii, kanker (leukemia, getah bening, neuroblastoma), kencing manis, obesitas, asma dan alergi. Dengan kata lain, pemberian susu formula sama bahayanya dengan rokok, tetapi apakah kita pernah melihat reaksi pemerintah, LSM anak, tenaga kesehatan dan masyarakat untuk bersama-sama menghentikan praktik pemberian susu formula yang merugikan? Pernahkah kita melihat satu figur penting bangsa ini berdiri tegak dan berkata “ayoo dukung ibu untuk menyusui, Iklan susu formula harus diatas jam 10 malam, tenaga kesehatan tidak boleh bekerjasama dengan susu formula”. Saat awal yang baik dan berkualitas kita abaikan, lalu kehidupan model apa yang kita perjuangkan untuk anak Indonesia? Kualitas hidup apa yang kita ingin berikan untuk mereka? Kita peduli pada hak anak, kita juga peduli pada kesehatan anak artinya kita peduli pada praktik-praktik yang beresiko menyebabkan anak Indonesia sakit. Kita konsen dengan pemenuhan makanan anak, maka sebaiknya kita konsen terhadap pemenuhan makanan anak yang tepat. Mendukung ibu untuk memberikan ASI adalah bagian dari pemenuhan hak anak untuk hidup, kesehatan, makan, peran dalam pembangunan, berkreasi dan mendapat pendidikan dengan kualitas yang baik. Perampasan akan hak anak mendapat makanan yang tepat, adalah perampasan hak anak untuk hidup kelak dengan kehidupan yang berkualitas. Menyusui adalah langkah awal menciptakan generasi super, generasi dengan mentalitas prima, generasi yang siap bersaing dalam kehidupan global. Oretan Kegelisahan anak bangsa yang tidak mendapat ASI. wasugi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H