Hubungan Konflik Peran ganda Perempuan Bekerja (Dalam Kaca Mata Agama Islam)
Terhadap Keutuhan Rumah Tangga.
Oleh: Wasillatun Nazjah
Setiap orang yang sudah berkeluarga tentunya menginginkan kehidupan rumah tangga yang selalu harmonis, saling memahami, pengertian, saling mendukung dan lain sebagainya yang mana berujung kepada kebahagian untuk mewujudkan keutuhan dalam rumah tangga itu sendiri. Dalam kehidupan Rumah Tangga pasangan yang sudah berkeluarga juga harus bisa beradaptasi dengan kebiasaan atau adat istiadat dari masing-masing keluarga. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa tidak selamanya pasangan itu akan selalu bahagia, pasti terdapat sebuah masalah didalam keluarga tersebut. keharmonisan dan keutuhan keluarga akan dapat dicapai seperti yang dikatakan oleh widarjono (Agustin, 2011) cinta, seiman, saling percaya, seks, menghindari pihak ketiga, menjaga romantisme, komunikasi, saling memuji, memperhatikan, kehadiran anak dan pekerjaan.
Seperti yang dikatakan oleh Widarjono Pada paragraf diatas, pekerjaan mempengarui keharmonisan keluarga. Melihat zaman sekarang seorang pekerja, tidak hanya pada laki-laki saja, Namun perempuan juga bekerja. Dengan kompleksnya kehidupan saat ini, terdapat beberapa hal yang mendorong perempuan bekerja, seperti, untuk meningkatkan ekonomi dalam keluarga, ingin mendapat penghasilan sendiri, mengejar karier pekerjaanya, serta, memanfaatkan ilmu yang telah didapat dan mewujudkan cita-cita. Dalam hal ini mengakibatkan peran ganda pada perempuan yang mana sebagai ibu rumah tangga, sebagai seorang istri sekaligus sebagai pekerja. Perempuan yang bekerja memiliki peran sebagai pencari nafkah dalam keluarga dan membantu ekonomi keluarga, di sisi lain perempuan juga memliki peran dalam mengurus rumah tangga, sehingga peran ini menjadi berkurang karena lamanya waktu yang digunakan untuk aktivitas di luar rumah.
Hal ini sering kali mengalami ketidak seimbangan dan dampak bagi keluarga itu sendiri, peran istri lebih meluangkan waktunya untuk pekerjaan dibandingkan untuk keluarga, dimana kurangnya peran tersebut akan mengakibatkan permasalahan-permasalahan didalam keluarga seperti kurangnya waktu bersama anak dan suami serta perannya sebagai ibu/istri kurang maksimal,. Selain itu mungkin juga karena terkadang perempuan bekerja menitipkan anak kepada orang tua atau mertua yang terkadang juga, akan menimbulkan konflik antar keluarga tersebut. Hal ini tak jarang kita temui dimasyarakat, apalagi ketika masyarakat yang masih terpengaruh akan budaya patriarki yang sangat tradisonal tentu ada penekanan fokus pembagian tugas antara suami dan istri yaitu "Fokus dan tugas utama dari suami adalah bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga, sedangkan fokus dan tugas utama dari istri adalah mendukung suami dan mengurus segala urusan rumah tangga termasuk pengasuhan anak.".
Dalam hal ini, untuk mengurangi beberapa konflik yang terjadi dapat menggunakan beberapa cara pertama, penerapan pembagian tugas pekerjaan rumah tangga dengan suami dan anak agar pekerjaan rumah selesai tepat waktu dan tidak menumpuk. Kedua, tidak menunda waktu atau membagi waktu sebaik mungkin untuk melakukan sebuah pekerjaan. Ketiga, mempertimbangkan akan pekerjaan yang dipilih, seperti tempat, kemampuan dan waktu berapa jam, agar tidak mengalami ketimpangan dalam peran. Keempat, memelihara dukungan sosial dari orang-orang disekitar khususnya keluarga dengan maksud agar orang-orang disekitar dapat membantu dalam menjalankan peranya, ataupun jikalau meminta bantuan kepada keluarga, harus memberikan uang tambahan, sebagai rasa terimakasih kita karena telah membantu pekerjaan kita.
Selain itu, selayaknya memang, seperti yang sudah tertera di paragraf sebelumnya, dengan kompleksnya zaman saat ini, perlunya pembagian peran dan tugas antara suami dan istri bersifat lebih fleksibel. Dalam pembagian peran dan tugas rumah tangga dapat dibentuk melalui sebuah diskusi dan kesepakatan bersama, agar adanya keseimbangan dalam porsi pembagian kerja dalam berbagai hal, seperti ternyata seorang suami memiliki hobby atau kemampuan untuk memasak, jadi tidak ada masalah jika seorang suami ingin memasak, justru disini titik tekanya, berarti adanya kerja sama antara suami dan istri, saling membantu saat didapur, tentu akan menciptakan keharmonisan dalam keluarga. Dalam pengasuhan seorang anak, bagi seorang anak juga, butuh kasih sayang dan perhatian yang lebih dari kedua orang tuanya, kasih sayang dan perhatian kepada anak ini juga merupakan tugas kedua belah pihak antara suami dan istri, karena anak butuh kasih sayang ayah dan ibunya, dapat dilihat, kurangnya kasih sayang pada anak juga akan mempengaruhi psikis anak, dari pola pikir maupun perilakunya. Dalam hal ini, diperlukanya kerja sama anatra suami dan istri agar terwujudnya keutuhan dalam keluarga tersebut.
Jika dilihat dari kacamata agama, seperti yang tertera dalam surat ( QS. Al jumuah, 10). Yang artinya: " jika kamu selesai shalat , segeralah bertebaran di muka bumi untuk mencari anugrah Allah dan sering-seringlah mengingat allah supaya kamu beruntung." Dalam hal ini, menegaskan bahwa kewajiban bekerja berlaku bagi manusia laki-laki dan perempuan atas Allah sama sekali tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, kedua-duanya disuruh bekerja untuk mencarai rezeki dari Allah. Agama islam tidak melarang wanita bekerja, perempuan diperbolehkan bekerja membantu penghasilan suami, namun tetap harus menjaga hukum, memelihara diri dan kehormatanya sebagaimana agama islam telah menjaganya. Selanjutnya agama islam melihat hukum perempuan yang bekerja adalah mubah, selama pihak perempuan menjaga kodratnya sebagai seorang perempuan yaitu sebagai ibu dan istri dan apa yang diperolehnya merupakan suatu ibadah sedekah terhadap rumah tangganya. Karena seorang perempuan adalah ibu bagi anak-anak dan madrasah pertama yang mendidik anak.
Sumber Rujukan
Panduwinata, V. F., Hartono, R., & Atmasari, A. (2019). HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA DENGAN KEHARMONISAN RUMAH TANGGA. JURNAL PSIMAWA, 2(1), 21-26.