Lihat ke Halaman Asli

Jokowi Ditolak di Papua?

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14310478442133907714

[caption id="attachment_364886" align="aligncenter" width="600" caption="Papua adalah bagian dari NKRI...titik! (sumber foto: nao-mhie.blogspot.com)"][/caption]

Presiden Jokowi mulai hari ini (Kamis, 6 Mei) hingga 11 Mei, melakukan kunjungan ke beberapa daerah di Indonesia timur. Berkenaan dengan itu ada kabar miring muncul, Jokowi katanya bakal mendapat penolakan dan didemo terutama di Papua. Sebagai antisipasi keamanan, TNI dan Polri segera menerapkan langkah-langkah pengamanan ekstra bagi RI 1.

Mengapa Jokowi ditolak?

Penolakan atas kedatangan Jokowi ke Papua dinyatakan oleh salah satunya, Pendeta Benny Giay dari Forum Oikumenis Gereja Papua. Alasan penolakan adalah, menurut Giay Cs., buruknya konsistensi Jokowi terhadap aktivitas pelanggaran HAM dan sejumlah aksi kekerasan lainnya di Papua. "Kami menolak kedatangan Presiden Joko Widodo ke Papua. Kami tidak melihat ada manfaat dari kunjungan kepala negara," ujar Pendeta Benny dalam keterangannya.

Masih menurut Giay, warga Papua mengaku tertekan dengan sejumlah aksi petugas keamanan di daerah itu. Giay Cs. menambahkan pada 1 Mei 2015, hari yang sedianya dinamakan hari 'integrasi', justru diwarnai oleh aksi penangkapan dan penahanan serta penyiksaan ratusan warga di Merauke, Manokwari dan Jayapura.

Tak cuma itu, pada 29 April 2015 di Nabire, tiga orang yang diduga aktivis Organisasi Papua Merdeka, telah dilaporkan dibunuh dan hingga kini tak diketahui pasti penyebabnya. "Represi yang berlangsung terus-menerus di Papua nampaknya memang sengaja dikondisikan oleh pihak keamanan. (Sepertinya) dalam rangka mencapai tujuan tertentu," tulis Benny.

Seberapa serius ancaman Benny Giay cs.?

Jika berhubungan dengan Papua, maka segala sesuatunya menjadi sensitif. Sejarah panjang gerakan separatisme di bumi Cendrawasih selalu terasa dalam bentuk protes sekecil apa pun. Dalam konteks ini, dan mengingat gerakan OPM Benny Wenda di Melanesia Spearhead Group (MSG) (baca tulisan saya sebelumnya di sini), maka protes Benny Giay mesti diperhatikan benar oleh Jokowi.

Untuk penolakannya sendiri, itu bentuk akumulatif dari kekecewaan setidaknya Pendeta Benny dan kawan-kawan. Jokowi perlu mendengarkan apa yang menjadi kekecewaan Benny Giay dan kawan-kawan, seraya tetap berpegang teguh pada semangat keutuhan NKRI. Perihal cara pendekatan yang dirasa keras oleh sebgaian pihak, bisa ditinjau kembali. Jokowi tak perlu alergi terhadap kompromi.

Jokowi sendiri dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin adat Papua untuk berbicara tentang pembangunan dan pengembangan ekonomi di Papua. Dua sektor itu adalah jawaban yang pas untuk menjawab protes sebagian kelompok masyarakat di Papua. Pendekatan represif hanya bertujuan mengatasi permasalahan yang membahayakan nyawa warga Papua dan mengganggu ketertiban. Selain itu, pendekatan budaya dan ekonomi harus menjadi fokus utama di Papua.

Penolakan yang biasa saja

Sementara itu, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal Fransen Siahaan menjamin Presiden Jokowi akan aman selama kunjungan ke Papua. Menurut dia, penolakan dari Pendeta Benny biasa saja, dan tak perlu dibesar-besarkan. "Kelompok yang menolak pasti ada. Itu biasa. Tapi saya tegaskan, siapa saja yang mengganggu kunjungan Presiden, akan ditindak tegas. Tak akan ada toleransi," ujar Fransen.

Fransen juga mengonfirmasi bahwa Jokowi tidak akan menemui Goliath Tabuni, salah seorang pimpinan Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM). Masih menurut Fransen, dalam kunjungan Presiden Jokowi, juga tidak ada jadwal pemberian amnesti kepada sejumlah pimpinan dan anggota TPN-OPM.

Yang perlu dipahami warga Papua adalah bahwa Jokowi ke Papua adalah dalam rangka melakukan percepatan pembangunan di Papua, di segala bidang. "Pak Presiden juga akan meletakkan batu pertama atau juga meresmikan sejumlah proyek pembangunan di Papua," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Kombes Patrige.

Apa pun itu, Jokowi adalah presiden RI dan Papua adalah bagian dari NKRI, maka penolakan atas Jokowi di Papua bisa dipandang sebagai kritik biasa, selama tidak berlebihan. Bahwa Jokowi harus terus membuat terobosan cepat untuk menangani soal Papua, itu iya! Namun di sisi lain, setiap gerakan separatisme di wilayah manapun di NKRI harus diperangi dengan tegas, tak terkecuali di Papua! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline