Lihat ke Halaman Asli

Rakyat yang Mana Sih yang Disurvei Reform Institute?

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sampai sejauh mana wewenang publik berhak mengetahui data yang digunakan dan diolah oleh lembaga hingga menjadi sebuah survei? Apa bisa publik mengetahui data mentah yang digunakan peneliti untuk menghasilkan kesimpulan hasil surveinya?

Pertanyaan-pertanyaan itu mengemuka dan ditanggapi oleh Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Menurut Ketua Umum Persepi Nico Harjanto, data mentah yang digunakan peneliti atau lembaga survei mengandung banyak rahasia.

Namun demikian, kata dia, jika publik ingin tahu dan meragukan hasil survei, publik bisa mempertanyakan itu ke Dewan Etik Persepi yang akan meninjau dan mengecek data survei anggota lembaganya.

Saiful Mujani juga menambahkan, lembvaga survei harus mengaudit data mentah dari survey, kemudian merilis hasil audit dan memberitahukan ke publik apakah hasil survei itu layak dikonsumsi publik atau tidak.

Lembaga survei bayaran

Alasan “data mentah yang digunakan peneliti atau lembaga survei mengandung banyak rahasia” yang diungkap Persepi, ditambah banyak munculnya lembaga survei bayaran (rahasia umum) membuat saya meragukan berbagai hasil survei yang belakangan muncul.

Saya tidak menuduh Reform Institute. Namun, dengan mempertimbangkan dua alasan di atas, maka saya meragukan hasil survei Reform Institute.

Saya ragu betulkah mayoritas (83 persen rakyat), seperti diansir Reform Institute, tidak puas dengan pemerintahan SBY. (baca: http://www.merdeka.com/politik/survei-83-persen-rakyat-tidak-puas-pemerintahan-sby.html).

Katanya rakyat kecewa dengan kondisi ekonomi di era SBY. Padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012 saja bisa mencapai 6,23% (YoY) dan merupakan salah satu yang tertinggi di Asia setelah China yang tumbuh sebesar 7,8% (YoY). Adapun penurunan ekspor sebagai konsekuensi logis dari melemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa. Artinya, itu faktor x yang dialami juga oleh negara-negara lain.

Lalu juga katanya Reform Institute, rakyat kecewa dengan penegakan hukum di era SBY. Saya gak habis pikir apakah rakyat tidak melihat betapa gencarnya pemberantasan korupsi di era SBY???

Rakyat yang mana?

Lalu, muncul pertanyaan saya, rakyat yang mana yang disurvei Reform Institute ya? Itu dia, data mentahnya sudah didapatkan seperti kata Persepi di atas.

Bagi saya, ini semua akibat black campaign. Saya yakin rakyat tidak benci SBY. Yang terjadi adalah rakyat dicecoki tiap hari, tiap menit untuk membenci SBY. Ini adalah keberhasilan kelompok-kelompok tertentu yang coba mencitrakan buruk SBY. SBY terus saja dikait-kaitkan dengan berbagai kasus korupsi, walaupun tak berdasar dan tanpa bukti.

SBY terus saja dicitrakan lamban walaupun sudah bereaksi cepat. SBY terus saja dicitrakan lebay, walau ia coba memposisikan diri dengan benar. Apapun keberhasilan SBY, saat ini luput dari sorotan, karena terlalu derasnya upaya pencitraan buruk yang dilakukan berbagai kelompok.

Sebagai penutup, saya ingin bercerita tentang warga kampung Cidangdeur (Bogor) yang sangat berterima kasih kepada SBY. Berkat berbagai program SBY (PNPM Mandiri, dan lain-lain), kini desa mereka sudah tak lagi becek. Semua jalan sudah ditembok. Masjid direnovasi. Air bersih sudah sampai rumah. Terima kasih SBY!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline