Lihat ke Halaman Asli

Rupanya Ada Juga Teroris ISIS dari Tiongkok

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14268376581294440860

[caption id="attachment_356552" align="aligncenter" width="500" caption="Diduga WN Tiongkok yang bergabung dengan ISIS, bernama Bo Wang. (sumber foto: www.nationalpost.com)"][/caption]

Selama ini kepala saya “diformat” bahwa ciri fisik teroris ISIS adalah tinggi besar, berjenggot tebal, berkulit gelap, bermata besar, dan berhidung panjang. Eh ternyata saya salah, karena rupanya teroris ISIS juga ada yang “bermata sipit.” Tidak jauh-jauh, teroris ISIS “bermata sipit” itu ada di Poso, tergabug dalam Kelompok Santoso.

Adalah Menkopolhukkam Tedjo Edhy Purdijatno yang mengungkapkan kabar itu. Katanya, ada tujuh warga negara Tiongkok yang diduga terkait gerakan radikal Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) masuk ke Indonesia. Mereka bergabung dengan kelompok Poso (Kelompok Santoso). Kabarnya, empat WN Tiongkok telah ditangkap, berarti 3 lagi masih berkeliaran.

Sebetulnya bukan hal yang aneh jika ada teroris ISIS berkewarganegaraan Tiongkok, mengingat propaganda ISIS terjadi di seluruh dunia dan 3 persen dari jumlah penduduk Tiongkok sendiri adalah Muslim. Identifikasi “mata sipit” juga sebenarnya hanya cara saya menarik perhatian pembaca saja. Kenyataannya, tak semua warga negara Tiongkok bermata sipit. Orang Uyghur yang menghuni Provinsi Xinjiang matanya lebar-lebar..hehe.

Poinnya adalah…

Fenomena ISIS sudah sedemikian mengglobal. Dan rupanya Indonesia sudah dijadikan tempat tujuan teroris ISIS. Buktinya, 7 WN Tiongkok itu malah bergabung dengan Kelompok Santoso di Poso, bukannya ke Suriah atau Irak. Sangat besar kemungkinan mereka mengusung “cita-cita” menjadikan wilayah Asia Tenggara sebuah kekhalifahan Islam (versi mereka), seperti juga kabarnya dicita-citakan oleh Jamaah Islamiyah (JI).

Pemerintah tentunya harus menambah kewaspadaan soal ini. Cara-cara represif harus disinergikan dengan cara-cara preventif secara lebih efektif. Lembaga-lembaga negara yang bertugas mengeksekusi cara refresif (TNI-Polri) harus disinergikan dengan elemen-elemen lainnya yang bisa melakukan cara-cara preventif.

TNI-Polri harus segera menindak dan menangkap yang sudah kadung menjadi teroris. Sementara kementerian agama dan sosial, misalnya, bisa bekerja sama dengan entitas pesantren, ormas, tokoh agama, tokoh masyarakat menyasar masyarakat pada umumnya, agar tidak terkooptasi oleh cara berpikir para teroris.

Produk hukum terkait pengikut ISIS

Soal aturan juga menjadi hal yang harus diperhatikan. Pemerintah harus membuat aturan khusus yang memberi legitimasi kepada aparat hukum dan keamanan sehingga bisa menangani masalah ISIS ini secara lebih tuntas.

Kabarnya, masih menurut Menkopolhukkam Tedjo, pemerintah tengah mengkaji formulasi produk hukum berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengatur sanksi pidana bagi para pengikut ISIS. Mengapa perppu, agar bisa lebih cepat diterapkan karena dianggap mendesak.

Tujuannya adalah agar tidak bertambah WNI yang bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak, juga ISIS yang ada di Indonesia bisa ditindak dengan cepat. Untuk diketahui, berdasarkan data pemerintah, saat ini ada 514 WNI yang menjadi pengikut ISIS. Beberapa di antaranya diketahui melalui tampilan video propaganda yang dikeluarkan oleh ISIS.

Intinya adalah…

Teroris ISIS dan Kelompok Santoso melakukan gerakan separatisme yang ingin mendirikan negara di dalam negara. Dalam konteks ini, jelas mereka “haram” untuk dibiarkan karena Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah harga mati yang harus terus dijaga dan diperjuangkan sampai titik darah penghabisan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline