Lihat ke Halaman Asli

Pembunuh Dua TNI di Aceh, Din Minimi atau Abu Roban?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Kedamaian di Aceh, yang telah tercipta selama 10 tahun terakhir, ternoda oleh pembunuhan terhadap dua aparat intelijen TNI. Kekejaman tersebut menjadikan Kesepakatan Helsinki sebagai taruhan. Lebih jauh lagi, kekejamana itu juga mengancam kedamaian rakyat Aceh. Perang antar kelompok bisa saja terjadi di Aceh. Lalu, siapa sebenarnya pelaku pembunuhan dua anggota TNI itu?

Sementara ini, ada beberapa dugaan yang muncul ke permukaan. Satu dugaan menyasar eks-kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai pelakunya, seperti kelompok Din Minimi alias Abu Minimi dan Kelompok Vikram Alias Ayah Banta. Kedua kelompok itu melakukan aktivitas kekerasan dengan alasan kecewa dengan kepemimpinan Pemprov Aceh yang tidak memperjuangkan eks-kombatan GAM.

Namun demikian, baik Din Minimi dan Kelompok Vikram membantah pihaknya berada di balik penculikan dan pembantaian dua angoota TNI tersebut. Maka muncul dugaan pelaku lainnya, yaitu kelompok Abu Roban. Berbeda dengan Din Minimi dan Vikram, kelompok Abu Roban adalah kelompok teroris yang mempunyai jaringan dengan Jemaah Islamiyah (JI).

Din Minimi

Kedua intel TNI yang dibantai itu sedang menjalankan tugas melacak Din Minimi. Itulah mengapa walaupun Din Minimi membantahnya, namun pihak kepolisian dan TNI tidak mencoret Minimi dari daftar pencarian orang. Siapa sebenarnya Din Minimi ini?

Nama Din Minimi atau Nurdin bin Ismail Amat Alias Nurdin Abu Minimi muncul di akhir tahun 2014, ketika ia menyatakan perang terhadap Gubernur Aceh Zaini Abdullah, yang mantan menteri luar negeri GAM; dan wakilnya, Muzakir Manaf, yang mantan panglima Tentara Nasional Aceh (TNA). Ancaman ini dipicu oleh kekecewaan ini terhadap pemerintahan Aceh yang dianggap menelantarkan kesejahteraan mantan kombatan GAM.

Din Minimi merupakan ketua kelompok bersenjata yang disebut kerap membuat kekacauan dan melawan pemerintah. Keberadaan mereka pun paling dicari. Bahkan Din Minimi diburu dalam keadaan hidup atau mati. Din Minimi dilahirkan di Desa Keude Buloh, Kecamatan Julok, Aceh Timur, dari pasangan Ismail-Sapiah. Dia bergabung dengan GAM sejak Tahun 1997 di bawah pimpinan almarhum Tgk Kaha.

Adiknya bernama Hamdani alias Sitong, tewas dalam pertempuran antara GAM dengan aparat tahun 2004. Adik ke tiganya, Mak Isa alias si Bukrak, hilang sejak konflik, dan hingga kini tidak diketahui hidup atau mati. Dan terakhir adik bungsunya, Azhar, kini pengangguran dan berdomisili di Aceh Timur.

Abu Roban

Dugaan pelaku pembantaian dua anggota TNI adalah kelompok Abu Roban mencuat dari pernyataan pengamat teroris, Al Chaidar. Abu Roban sendiri sebenarnya sudah tewas dalam sebuah penyergapan yang dilakukan Densus 88 di Batang, Jawa Tengah, awal tahun 2013. Namun kelompoknya masih banyak berkeliaran melakukan aksi teror dan teramsuk juga perampokan di Sumatera dan Jawa.

Abu Roban alias Amat Untung Hidayat alias alias Bambang Nangka adalah anak pertama dari pasangan Mehat, 61 tahun, dan Suyanah, 58 tahun, warga Desa Timbang, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang. Untung lahir di Kecamatan Tersono, 4 Februari 1972. Abu Roban disebut-sebut sebagai pimpinan kelompok teroris yang kerap merampok untuk membayai aksi teror. Ia merupakan pimpinan Halaqoh Ciledug yang sebelumnya pernah dipimpin Abu Omar.

Al Chaidar mencurigai pelaku pembataian dua anggota TNI adalah kelompok Abu Roban. Al Chaidar menilai kelompok eks-GAM tidak akan berani melakukan tindakan seberani itu. “Mereka pasti pikir-pikir panjang. Beda dengan kelompok Abu Roban yang terkenal nekad,” ujar Al Chaidar.

Al Chaidar juga mengatakan kelompok Abu Roban selalu mengintai aparat TNI dan Polri untuk membalas dendam. “Jadi kelompok ini (Abu Roban) sebenarnya selama ini memantau TNI. Ini pernah terjadi juga di Banten. Teroris di banten mengincar TNI juga,” katanya.

Ada yang berkepentingan dengan tidak stabilnya Aceh?!

Setiap ada kejadian seperti ini, terutama lagi di Aceh yang mempunyai catatan panjang aktivitas separatis, tidak bisa dihindari jika kita lalu harus menghitung siapa yang sedang “bermain.” Ada kepentingan apa? Siapa (pihak mana) yang diuntungkan dengan tidak stabilnya keamanan di Aceh? Aparat pun harus mengungkap aktor intelektual di balik kejadian itu!

Menurut saya, bisa jadi ada banyak pihak yang berkepentingan dalam kejadian di Aceh itu, bisa jadi juga tidak ada kepentingan di balik itu. Bisa saja itu hanya kasus kriminal biasa. Atau mungkin aksi balas dendam pribadi, masalah pribadi. Intinya, semua kemungkinan harus dipertimbangkan dengan matang. Aparat keamanan juga jangan terburu membuat kesimpulan apalagi menyalahkan satu pihak.

Fokus utama aparat keamanan haruslah keamanan dan keselamatan rakyat Aceh. Karena siapapun pelaku dan kepentingan di balik itu, yang dirugikan pastilah rakyat Aceh. Rakyat Aceh kebanyakan tak ingin daerahnya kembali dalam kondisi tidak aman seperti dulu.

Waspadai pihak ketiga yang coba memanas-manasi keadaan, membuat bangsa terpecah belah. Sangat mungkin sekali ini merupakan aksi provokasi. Kuncinya lagi, aparat keamanan harus bergerak cepat menangkap kemudian menghukum para pelaku. Tindakan cepat dan decisive menjadi kunci untuk menghindari berlarut-larutnya masalah dan ketidakpastian keamanan Aceh. Itu berbahaya sekali! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline