Lihat ke Halaman Asli

Akankah Wong Cilik Menerima Alasan Jokowi Naikkan BBM?

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1411613022215388034

[caption id="attachment_325515" align="aligncenter" width="480" caption="Akankah mereka mengerti? (sumber foto: frontroll.com)"][/caption]

Presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi kemungkinan besar akan menaikkan harga BBM bersubsidi di awal masa pemerintahannya yang resmi akan dimulai tanggal 20 Oktober. Indikasi kuat ke arah itu bisa dicermati dari pernyataan beliau dalam acara Launching Roadmap Perekonomian APINDO di Jakarta, Kamis (18/9) lalu.

Jokowi kemungkinan akan menaikkan harga BBM bersubsidi sampai Rp.3000 per liter sebagaimana saran dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Tapi Jokowi menghaluskan bahasa menaikkan harga BBM bersubsidi dengan, “mengalihkan subsidi BBM bersubsidi ke belanja lain yang lebih produktif.” Beda bahasa, kenyataannya sama, harga BBM naik Rp.3000, eufemisme!

“Kalau kami bisa mengalihkan ke sana (belanja produktif), kami (naikkan) Rp3.000 akan memberikan ruang tahun depan Rp150 triliun, angka yang besar,” demikian kata pak Jokowi. Selengkapnya Anda bisa baca sendiri di link berikut: http://www.citizenjurnalism.com/hot-topics/akhirnya-jokowi-tegaskan-bbm-naik-3-ribultr-demi-kesejahteraan-rakyat-sesuai-saran-apindo/

Alasan naik BBM

Berikut alasan Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi. Saat ini Indonesia mengalami dua defisit sekaligus yakni defisit anggaran dan defisit neraca perdagangan. Defisit ini terjadi karena beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah. Dalam RAPBN 2015, kata Jokowi, sebanyak Rp433 triliun anggaran pemerintah dihabiskan untuk subsidi.

Ditambah lagi, ada anggaran yang bersifat mengikat seperti anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN. “Lihat APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), ruang fiskal memang betul-betul sempit tidak mungkin kami bisa kejar pembangunan infrastruktur dengan ruang fiskal ini,” katanya.

Oleh karena itu, hanya ada dua cara yang akan ditempuh pemerintah untuk melonggarkan ruang fiskal. Pertama, mengalihkan subsidi BBM kepada belanja produktif seperti infrastruktur dan pertanian. Kedua, melakukan efisiensi anggaran. Jokowi mencontohkan saat menjadi Gubernur, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berhasil menghemat anggaran administrasi kantor hingga Rp4,2 triliun.

Masalahnya!

Akankah wong cilik, rakyat jelata, jalmi alit, menerima alasan Presiden Jokowi? Tatkala harga BBM naik Rp.3000, lalu entah berapa harga beras naiknya, belum lagi harga telur, harga daging ayam, harga susu, harga garam, gula, cuka, cabe, dan lain-lain…dan lain-lain.

Fahamkah wong cilik dengan alasan adanya defisit anggaran, defisit neraca perdagangan, dan ruang fiskal yang sempit? Tatkala harga BBM naik Rp.3000, lalu entah berapa harga beras naiknya, belum lagi harga telur, harga daging ayam, harga susu, harga garam, gula, cuka, cabe, dan lain-lain…dan lain-lain.

Maukah wong cilik mengerti kesulitan pemerintahan Jokowi nantinya, tatkala mafia anggaran, mafia proyek, mafia migas, dan mafia-mafia masih berkeliaran mengincar guyuran APBN?

Bisakah wong cilik memahami semua ini, tatkala masih tetap saja kaum elit yang diuntungkan, walaupun dengan bahasa, “dialihkan ke belanja lain yang lebih produktif seperti infrastruktur.”

Saya mohon Pak Jokowi, pertimbangkan lagi matang-matang sebelum menaikkan harga BBM bersubsidi! Pleaseeee!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline