Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Komponen Utama Tarekat dalam Tasawuf

Diperbarui: 28 November 2023   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar

Tarekat berasal dari kosakata bahasa arab yakni thariqah () yang diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi tarekat. Nurcholish Madjid menyimpulkan bahwa at-tariqah mempunyai makna yang sama dengan asy-syari'ah, as-shirath, dan al-minhaj, yang berarti jalan, cara, metode atau sistem. Keempat arti tersebut mengisyaratkan bahwa ajaran Islam adalah jalan menuju Allah yang berasal dari Allah untuk manusia atas dasar kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya.

Tarekat adalah cara, jalan, metode yang dilakukan para sufi untuk mencapai tiga tujuan tasawuf, yakni; Tarekat sebagai metode tazkiyat al-nafs ( ), metode taqarrub ila Allah ( ), dan metode hudhur al-qalb ma'a Allah ( ). Dapat disimpulkan bahwa tarekat secara lengkap berarti thariqat as-shufiyyah yaitu cara, jalan, metode para sufi untuk menyucikan jiwa, mendekatkan diri kepada Allah, dan merasakan kehadiran Allah di dalam qalbu. Awal mulanya, arti tarekat merupakan jalan menuju Allah yang ditempuh seorang sufi secara individual saja. Tetapi kemudian para sufi mengajarkan thariqat kepada murid-muridnya, baik secara individu maupun secara kelompok.

Komponen Utama Tarekat

Tarekat mempunyai 7 komponen utama, sebagaimana yang dijelaskan oleh Guru Besar Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Asep Usman Ismail. Berikut penjelasannya mengenai komponen utama dalam tarekat, antara lain:


1. Mursyid

Kata Mursyid berasal dari bahasa arab arsyada-yursyidu ( - ) yang artinya membimbing. Mursyid secara bahasa berarti pembimbing atau guru. Mursyid adalah seseorang yang bertanggung jawab memimpin murid dan membimbing perjalanan rohani murid untuk sampai kepada Allah swt dalam melakukan berbagai amaliah tarekat, seperti zikir, wirid, tawajjuh, dan muraqabah. Syekh atau mursyid sangatlah penting, bahkan bersifat mutlaq. Karena, menurut Abu Yazid al-Busthami yakni seorang ulama tasawuf, berkata: "Siapa saja yang tidak memiliki guru, maka imamnya adalah setan." Ulama fikih mewarisi aspek syariat dari Nabi Muhammad saw, sedangkan syekh tarekat mewarisi aspek hakikat. Keduanya adalah wakil Nabi Muhammad saw dalam mengembangkan islam dari masa ke masa. Dapat disimpulkan bahwa syekh tarekat adalah wakil Nabi Muhammad saw dalam bidang hakikat.


2. Murid

Menurut Imam al-Qusyairi yang membahas iradah dan kata turunannya murid, bahwa iradah secara bahasa berarti keinginan, sedangkan murid ialah orang yang menginginkan sesuatu. Imam al-Qusyairi menyebutkan makna iradah merupakan keinginan seseorang untuk dekat kepada Allah atau menginginkan Allah SWT. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an yaitu: "siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah beramal saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada Tuhannya" (Q.S al-Kahfi/180 : 110). Dalam tarekat, Murid adalah para penempuh jalan rohani yang bertujuan untuk mendapat keridhaan Allah, mengenal-Nya, dan mencintai-Nya. Kunci keberhasilan murid dalam mencapai tujuan tarekat ialah ketaatannya kepada mursyid.


3. Baiat

Secara bahasa berarti transaksi atau perjanjian antara dua orang atau dua pihak. Adapun secara syariat, baiat adalah perjanjian seseorang yang mempunyai keseriusan untuk menempuh jalan pengetahuan (makrifat) kepada Allah melalui seorang mursyid yang diyakini memiliki hubungan khusus kepada Rasulullah saw. baik secara jasmani maupun ruhani. Adapun secara tarekat, baiat adalah perjanjian antara murid dengan mursyid, yaitu murid berjanji akan mengamalkan zikir yang telah diajarkan oleh para guru dengan sebaik-baiknya. Janji itu hakikatnya kepada Allah swt, bukan kepada mursyid. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut: "Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad saw). (Pada hakikatnya) mereka berjanji setia kepada Allah swt. Tangan Allah swt diatas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janji (setia itu),  niscaya (akibat buruk dari) pelanggaran itu hanya akan menimpa dirinya sendiri. Siapa yang menepati janjinya kepada Allah swt, maka Dia akan menganugerahinya pahala yang besar" (QS. al-Fath/48:10).


4. Silsilah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline