Lihat ke Halaman Asli

Ismet Inoi: Indonesia Darurat Union Busting

Diperbarui: 20 Juni 2015   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya kenal union busting atau pemberangusan kebebasan hak berserikat ini sudah hampir 20 tahun” begitulah pernyataan Ismet Inoni salah satu pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP)- Gabungan serikat Buruh Independen (GSBI) saat membuka presentasinya tentang praktek dan kekerasan berserikat di Indonesia dalam acara Indonesia People’s Tribunal (Pengadilan Rakyat Indonesia), Jakarta, Sabtu (21/6/2014).

SEjak saat itu, praktek Union busting makin masif di Indonesia meskipun sudah dikeluarkan Undang- Undang  tentang kebebasan berserikat No.21/2000. “sudah 14 tahun UU kebebasan berserikat berlaku di Indonesia, ini merupakan tindak lanjut dari rativikasi konvensi ILO. Ismet menambahkan pemberangusan kebebasan berserikat tidak hanya menimpa pada buruh pabrik saja, namun semua buruh di berbagai sektor seperti yang bekerja di media. Mereka terikat dengan peraturan dari  Aliansi Jurnalistik Independent (AJI). “Bagaimana media bisa memberitakan kebenaran secara bebas dan idependent sedang mereka sendiri tertekan berbagai aturan” seru Ismet. Hal serupa juga menimpa buruh tambang di Sumatra Utara yang mana perusahaan mem-PHK buruh yang menjadi pimpinan serikat. Juga buruh pabrik kertas di Tangerang.

Setali tiga uang, itulah terjadi di Indonesia. Dari tahun ke tahun cara pemberangusan hak berserikat di Indonesia terus berkembang. Dari penelitian Lembaga Badan Hukum (LBH) dari tahun 2009-2011 membuktikan ada 5 cara union busting antara lain; mutasi, PHK, scorsing, tidak mengakui keabsahan serikat yang berdiri di pabriknya, dan kriminalisasi. Ismet mencontoh praktek union busting terbaru yang menimpa 1300 buruh PT.Panarub Dwikarya yang memproduksi sepatu Adidas. “Mereka di PHK tanpa mendapat hak-haknya  setelah melakukan aksi mogok”, jelasnya.  Ismet menyayangkan konspirasi yang terjadi antara pengusaha dan pemerintah. “Pemerintah yang membuat UU kebebasan berserikat namun mereka juga pelaku pelanggaran yang memberangus hak kami”. Ismet memaparkan beberapa bukti tindakan ketidak beresan pemerintah.

Berkali-kali GSBI membawa kasus union busting, baik ke Dinas Tenaga Kerja, Kepolisian, Kepolisan Daerah, namun selalu berhenti dan di hentikan disini. Karena ajuan praktek union busting harus di setujui pendapat ahli yang biasanya di lakukan oleh akademisi dari universitas dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sedang kita semua tahu pihak- pihak ahli tersebut tidak memiliki prespektif seperti  buruh. Di akhir presentasi Ismet berharap  Indonesia People’s Tribunal mampu memberikan solusi tentang kondisi buruh. “Ketika para buruh telah terjadi ketakutan untuk membuat serikat maka disitu sudah terjadi pemberangusan kebebasan berserikat, jika orang bilang Indonesia daruta korupsi maka buruh mengatakan Indonesia darurat union busting”  begitu kata-kata penutupan dari Ismet yang mendapat apresiasi meriah dari partisipan.

Menurut Sujak Supriyadi, salah satu panitia Indonesia People’s Tribunal menjelaskan bahwa pengadilan rakyat ini akan digelar selamatanggal 21-24 Juni dan akan mengusung kasus dari 5 brand terkenal antara lain Adidas, Nike, GAP, H&M dan Wal-Mart. Layaknya pengadilan umum, Indonesia People’s Tribunal ini juga ada panel hakim  yang berasal Indonesia, Australia, Italia. Di hari pembukaan ini dihadiri perwakilan dari H&M dan Adidas, jelasnya.###




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline