Lihat ke Halaman Asli

Memotret Ilmu Tenaga Murni Kateda

Diperbarui: 18 Januari 2016   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Manusia pada dasarnya hidup dalam dialektika sehat walafiat. Dialektika itu tercermin dalam adagium Latin kuno: mens sana incorpore sano. Jiwa yang sehat hanya terdapat dalam raga-tubuh yang sehat. Dalam dialeklika ini pula dengan jelas kita menemukan suatu rumus silogisme logika bahwa kesehatan menjadi semacam suatu ”idelogi” yang diimani oleh setiap manusia. Upaya untuk hidup sehat kemudian menjadi sesuatu yang ”wajib” dijaga oleh setiap manusia. Bagaimana menjaga kesehatan itu? Setiap orang memiliki resep masing-masing. Perhatikan misalnya di mana-mana didirikan klub-klub bugar, sanggar senam, fitness dan sebagainya. Semuanya bertumpu pada upaya bagaimana hidup bisa menjadi serba lebih ketika tubuh-raga dalam keadaan sehat.

Berikut ini kita bermaksud mengedepankan sebua siasat hidup sehat dalam dan melalui olahraga bela diri. Mengapa bela diri? Menjelaskan persoalan ini tentu tidak jauh berbeda dengan fenomena klub-klub bugar, fitness dan lain sebagainya. Artinya tujuan hidup sehat dapat diperjelas dan memperoleh maknanya melalui olahraga beladadiri.

Pada dasarnya manusia ingin hidup secara damai, tenang dan harmonis. hal ini erat kaitanya dengan kesehatan manusia itu sendiri. Dan untuk melindunggi diri ( bela diri ) dari ancaman terhadap kesehatan tersebut dibutuhkan tubuh yang sehat karena didalam tubuh yang sehat pikiran dan jiwa pun menjadi sehat dan kuat. Didalam tubuh manusia jika pikiran itu tidak kuat maka tubuh menjadi lemah, atau kalau pikiran itu kuat tapi kalau tubuhnya lemah maka jiwannya bisa sakit.

Jadi tubuh manusia membutuhkan keseimbangan, dan keseimbangan itu hanya dapat diperoleh dengan berolahraga. Maka untuk mencapai hal tersebut manusia melakukan berbagai cara dalam mencapai hal tersebut. Bagaimana ini bisa terjadi dan menjadi semacam rutinitas kegiatan yang akhirnya menjadi semacam trend sejak jaman dahulu. Mula-mula manusia mempelajari gerakan gerakan lahiriah yang dianggap dapat menjadikan tubuh menjadi sehat dan bugar sekaligus melindungi diri dari serangan alam atau manusia.

Keyakinan akan hal tersebut diatas membuat manusia melakukan eksperimen untuk menggali kelebihan yang menjadi dasar yang membedakan antara manusia dengan mahluk lainya. Gerakan gerakan dasar mulai dikembangkan dari waktu - ke waktu dan mereka yakin bahwa metode tersebut sangat penting dan dianggap sebagai ilmu yang harus dikembangkan terus menerus dan dipelajari.

Seiring dengan perkembangan dari waktu ke waktu hal ini berkembang dengan pesat ke berbagai negara dengan bentuk gerakan gerakan yang berbeda tapi intinya adalah unluk kesehatan dan dianggap bisa dijadikan alat perekat antara satu bangsa dengan bangsa lainnya atau antar sesama manusia.

Maka istilah olahraga beladiri diperkenalkan kemudian mulai dipertandingkan pada event-event nasional dan international, namun ada juga yang hanya memfokuskan pada kesehatan dan pertahanan diri / beladiri seperti Tenaga Murni Kateda yang sudah ada sejak kurang lebih 3. 000 tahun yang lampau atau 1.000 tahun sebelum masehi.

SEJARAH ILMU TENAGA MURNI KATEDA

Bermula dari ditemukanya kembali pengajaran ini oleh seorang pertapa dari Himalaya yang bernama TAGASHI. Pada tahun 1907 disaat ia berusia 20 tahun, TAGASHI bertualang ke Tibet bagian utara. Disana ia menemukan sebuah kitab kulit kuno atau sebuah naskah yang tertulis dalam bentuk simbol-simbol. Selama 40 Tahun ia mempelajari buku itu dan membuat penelitian dari buku yang asli yang kemudian dibandingkan dengan buku kuno yang disimpan oleh masyarakat dari Tibet, Nepal dan Himalaya.

Tagashi  kemudian menyimpulkan dengan menamakan buku itu " Tujuh Rahasia ", dan menterjemahkan simbol-simbol itu menjadi tujuh buah kata yang berbeda. Ia juga berkesimpulan bahwa buku tersebut bermakna suatu tingkatan Ilmu manusia dan semuanya didasarkan pada pernapasan Tenaga Mumi. Pengetahuan itu digunakan untuk melindungi terhadap lingkungan sekitar yang brutal untuk memelihara kedamaian dan keharmonisan . Dengan diciptakan senjata-senjata peperangan, Pengajaran dari kitab ini semakin sedikit dipraktekkan, sampai akhirnya benar-benar terlupakan.

Pada tahun 1947 TAGASHI memutuskan untuk mengikuti peta yang sedikit jelas terlukis pada halaman akhir dari kitab itu. Ia yakin perjalanan tersebut dibuat seseorang yang terakhir menyimpan kitab itu untuk mencegah kehancuranya. Dia juga yakin bahwa " Tujuh Rahasia " tersebut harus disebarkan terhadap sesama manusia dan setiap orang sepantasnya menjadikan pengajaran itu sebagai suatu ilmu pengetahuan . Selama 16 Tahun perjalananya melalui Nepal, India, Thailand, Malaysia, dan Indonesia, Ia mengajar sekitar 200 murid.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline