Lihat ke Halaman Asli

Es Puter Cong Lik

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14075222281304704058

Dimulai sejak puluhan tahun silam, es puter tradisional Cong Lik kini telah menjadi legenda kota Semarang dan menjadi incaran bagi penggemar es puter ataupun es krim saat berkunjung ke Semarang. Es puter Cong Lik terkenal karena tidak memakai bahan pengawet dan pewarna buatan. Jangan heran kalau es krim ini hanya bertahan sekitar dua jam saja. Sang penjual biasanya menggunakan buah-buahan yang diparut dan kemudian dicampur dengan es, dan menawarkan varian es krim yang cukup banyak yaitu sekitar 10 varian rasa: durian, kopyor, kelapa muda, alpokat, cokelat, lenci (leci), blewah, kelengkeng, kacang ijo, dan sirsat (sirsak).

Penamaan es krim Cong Lik ini konon berawal lantaran si empunya sudah berjualan es krim ini sejak belia. Saat ia berjualan es krim dengan menggunakan gerobak dorong sehingga muncul sebutan dari pembelinya yaitu Cong Lik yang artinya ‘Kacung Cilik’. Kacung merupakan bahasa Jawa untuk sebutan ‘pembantu anak laki-laki kecil’. Sebutan tersebut populer hingga kini. Nama Cong Lik di kalangan pencinta es putar memang terkenal. Namun, banyak yang tidak tahu nama sebenarnya. “Saya orang Jawa tulen. Wong namanya Sukimin. Saya asal desa Gebanganom,” tutur sang empunya es puter Cong Lik.

1407522257369076937

Cong Lik tidak ingat siapa yang pertama kali memberi julukan itu. “Ceritanya semasa kecil saya jadi pembantu orang Jepang yang tinggal di Hotel Jansen, Semarang. Oleh majikan, saya sering disuruh-suruh, misalnya beli es krim. Orang-orang pun memanggil saya kacung cilik disingkat Cong Lik,” kata Sukimin.

Usai Jepang meninggalkan Tanah Air, Cong Lik bekerja jadi pembantu pedagang es putar bernama Taryo yang asli Pekalongan. “Saya ikut ke luar masuk kampung menjajakan es putar,” cetus Cong Lik yang tak ingin selamanya jadi kacung. “Saya mulai menabung. Setelah uang terkumpul, saya membeli gelas dan sendok. Saya ingin jualan sendiri.”

Cong Lik menyampaikan keinginannya pada Taryo. Ia juga menyewa gerobak pada majikannya. Kendati sudah mandiri, tetap saja Sukimin dipanggil kacung cilik. “Saya malah berterima kasih pada mereka. Soalnya nama Cong Lik malah jadi berkah,” ujarnya sambil tersenyum. Nama Cong Lik akhirnya menjadi sebutan populer hingga saat kini.

Es puter Cong Lik dapat dijumpai di daerah Tlogorejo dekat Simpang Lima, Semarang; dan juga hadir di Waroeng Semawis.

[www.WaroengSemawis.com]




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline