Malam menghantarkan kemelutnya sepanjang waktu. Uap panas seharusnya telah memompa segala sisa pembuangan berkarat sepanjang tahun. Akupun seharusnya telah mencoba menjemput pagi dengan senyuman manis setelah rehat sejenak.
"Selamat pagi," Suara gemuruh menyapa.
"Bukan, besok saja sekalian." jawabku terjerat kantuk berat
"Kenapa harus ditunda?"
"Pokoknya besok saja. Titik!"
"Kamu bodoh!"
Pantatku ditendang seseorang. Aku melengos memeluk bantal guling empuk. Melanjutkan tidur yang tertunda. Waktu kini terbalik. Sinar pagi tak lagi menarik, sementara malam indah sepanjang jalan berlampu hias tak mampu lagi memberikan atmosfir pikiran jernih.
"Seperti apa kebijaksanaan itu, wisdom....wisdom.....kepalamu?"
Sesungguhnya aku telah menyusun harapan sejak aku mulai belajar membaca tanda-tanda zaman meskipun aku mungkin selalu keliru memulai abjad dengan benar.
Tapi, aku tetap percaya pada proses yang dilakoni, apapun bentuknya. Seandainya harus memulai dari sesuatu, paling tidak aku sukai sekalipun, itupun harus dilakoni dengan penuh penghayatan.
Benar juga kata sahabatku, sesuatu yang kita sukai belum tentu akan berdampak baik bagi kita, demikian juga sebaliknya sesuatu yang tidak kita sukai bisa jadi akan berdampak baik bagi kita sendiri.