Lihat ke Halaman Asli

Hikmah dari Perayaan Hari Waisak di Desa Gelang Kulon adalah Terciptanya Toleransi di Ramadan Tahun ini

Diperbarui: 7 Mei 2020   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar. Biasanya rangkaian acara Hari Waisak di pusatkan di Candi Borobudur_Warkasa1919

Kamis, 7 Mei 2020 merupakan Hari Waisak yang merupakan hari raya bagi seluruh umat Budha di seluruh dunia. Dikutip dari Wikipedia.org, kata "Waisak" atau "Waisaka"  dalam bahasa Pali berarti hari suci agama Buddha.

Waisak sendiri memiliki beberapa nama dan penyebutan di seluruh dunia, diantaranya dalah, Jika di India, Hari Waisak dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima. Sedangkan di Tibet dikenal dengan nama "Saga Dawa", di Malaysia dan Singapura di sebut dengan nama "Vesak".

Orang Thailand lebih suka menyebutnya dengan nama "Visakha Bucha" sedangkan di Sri Lanka umumnya lebih suka menyebutnya dengan nama, "Vesak" di Sri Lanka. Nama itu diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang jika dalam bahasa Sanskerta adalah "Waishakha" atau jika di artikan adalah sebagai "hari Buddha".

Selain di sebut sebagai hari Budha. Hari Raya Waisak ini juga sering disebut dengan hari raya Trisuci Waisak oleh kalangan umat Buddha. Disebut dengan Trisuci Waisak dikarenakan pada hari  raya Waisak itu di yakini telah terjadi tiga peristiwa penting. Diantara peristiwa-peristiwa penting itu adalah kelahiran Pangeran Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Gautama saat tengah bertapa, serta wafatnya sang Buddha Gautama. Dan tiga kejadian besar itu di percaya telah terjadi pada hari yang sama ketika bulan purnama di bulan Waisak.

Di tahun-tahun sebelumnya, terutama sebelum wabah covid-19 ini, biasanya, pada hari waisak seperti ini umat Buddha merayakannya dengan pergi ke Wihara untuk melakukan ritual puja bhakti. Ritual puja bhakti dilakukan agar kembali mengingat ajaran sang Buddha, selanjutnya setelah ingat, maka diharapkan agar umat Budha bsendiri bisa menyontoh perilaku dan melaksanakan ajaran-ajaran dari sang Buddha di dalam kehidupannya.

Hari Waisak bagi umat Buddha adalah kembali mengingat ajaran sang Budha agar menaati peraturan moral, seperti tidak melakukan pembunuhan terhadap makhluk hidup, tidak mencuri, tidak berbuat asusila, tidak berbohong serta tidak mabuk-mabukkan.

Hari raya waisak yang jatuh di bulan ini sangat menarik sekali, sebab berbarengan dengan ibadah puasa Ramadan yang sedang di jalankan oleh umat muslim saat ini. Hakikat puasa yang tengah dilakukan oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia ini bukan semata-mata hanya untuk menahan lapar dan haus saja, tetapi diantaranya, puasa itu adalah sebagai sarana pendidikan, untuk mendidik jiwa-jiwa yang masih mudah 'galau' itu agar tidak gampang mengikuti hawa nafsunya.

Puasa di bulan Ramadan memiliki nilai kepercayaan, bahwa orang yang baru selesai menjalankan ibadah puasa itu laksana seorang bayi yang baru lahir, jiwanya terbebas dari setiap dosa dan kesalahan, sebab puasa itu merupakan sistem pendidikan dari Allah SWT di dalam rangka membimbing manusia. Agar kembali bersih dari noda dan sikap keburukan yang selama ini melekat didalam setiap diri anak manusia.

Jadi pada hakikatnya, nilai-nilai kebaikan yang terkandung di hari Waisak ini juga sama dengan nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalam ajaran berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadan sperti yang tengah dilakaukan oleh umat muslim di seluruh dunia saat ini berbarengan dengan hari raya Waisak dan wabah Covid-19 ini.

Di tengah duka akibat berita-berita tentang wabah Covid-19 ini, ada secercah harapan pada perayaan Hari Waisak yang bertepatan dengan ibadah puasa yang tengah dijalankan oleh umat muslim sedunia di Ramadan 2020 ini. Salah satunya adalah toleransi antar umat beragama yang terjalin di Desa Gelang Kulon, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo sangatlah kental. 

Bisa dikatakan sangat kental sekali nilai toleransi di Desa Gelang Kulon ini adalah karena sepertiga dari jumlah penduduk desa tersebut beragama Buddha sedangkan sisanya beragama Islam. Dari jumlah penduduk 482 jiwa, 143 jiwa lainnya adalah pemeluk agama Buddha tapi mereka bisa hidup rukun antara satu dengan yang lainnya di tempat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline