Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Secangkir Kopi Susu

Diperbarui: 11 Maret 2020   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

***
Wanita berkulit kuning langsat yang mengenakan kacamata serta kerudung berwarna merah marun itu menatap sendu ke arahku. Matanya berkaca-kaca. Ada kesedihan yang begitu mendalam di situ. Ada nada pasrah di balik ucapannya itu.

"Aku tidak akan pergi meninggalkanmu," kataku pelan sambil menatap mata wanita cantik berkerudung merah marun di depanku itu.

"Kenapa. Mas?" tanya wanita cantik berkacamata itu sambil balas menatapku.

"Karena aku pernah berjanji, bahwa aku tidak akan pergi meninggalkanmu setelah mendengarkan semua cerita masa lalumu itu, walau semua ceritamu itu bagaikan kopi pahit di rasaku."

"Aku tidak mengerti, apa hubungannya semua cerita kelamku itu dengan kopi yang berasa pahit itu?"

Kugeser cangkir kopiku ke arah wanita tinggi semampai yang kuperkirakan memiliki tinggi tubuh sekitar 165 cm.

Sambil tersenyum, aku menatap matanya. Wanita cantik berusia sekitar 43 tahun itu mengenakan kerudung panjang berwarna merah marun berpadan rok kain batik panjang.

"Minumlah kopi itu."

"Aku tidak biasa minum kopi, Mas. Aku kurang suka dengan rasa kopi yang terasa pahit di lidahku," sambil menatap ke arah kopi susu yang berada tidak jauh di depannya.

"Bukankah tadi engkau bertanya, mengapa aku mau menerimamu walau aku telah mengetahui masa lalumu yang begitu kelam itu?"

"Iya, Mas."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline