Lihat ke Halaman Asli

Pohon Kehidupan

Diperbarui: 4 Februari 2019   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*

Kami berhenti di sebuah rumah yang bangunan utamanya berbentuk joglo limasan kuno. Warung Kopi Klotok ini berada di Jalan Kaliurang Km. 16, Pakembinangun, Pakem, Sleman, DIY dekat areal persawahan namun masih dekat dengan permukiman penduduk.

Kami masuk kedalam Waroeng Kopi Klotok. Ruangannya cukup luas, terdapat beberapa ornamen klasik semacam toples, ada juga radio kuno yang menjadi penghias.

Menurut pak Mario Teduh (bukan nama yang sebenarnya) Kopi klotok ini menjadi favorit karena memiliki rasa pahit yang kas. Rasa kopi ini tentunya berbeda dari kopi yang hanya diseduh dengan air panas, walaupun bubuk kopi yang digunakan sama. Memasak kopi hingga mendidih tentunya menambah aroma kopi semakin kuat.

Dan ternyata di dalam ruangan sudah penuh. Kami langsung saja ikut mengantri di belakang pengunjung lainnya. Dan setelah tadi sempat diskusi sebentar, kami membuat tim dadakan untuk membagi peranan. Dalam situasi yang begitu ramai ini, kalau kami memang mau duduk makan bersama memang mesti membagi peranan. Ada yang mengambil nasi, sayur dan lainnya, lalu sebagaian keliling mencari tempat duduk.

Ornamen di dinding Warung Kopi Klotok ini dihiasi beberapa tulisan artis dan pejabat yang pernah berkunjung ke tempat ini, seperti yang paling baru aku lihat adalah tulisan tangan Sri Mulyani.

Dokpri

Rata-rata yang datang berombongan. Sebagian pengunjung duduk di kursi meja makan yang sudah di sediakan, dan sebagian lagi makan dan minum sambil duduk lesehan di atas tikar. Suasananya tidak seperti rumah makan pada umumnya. Suasa disini  terasa begitu nyaman, aku merasa seperti sedang berada di kampungku sendiri. Aku ingat, di mana dulu ketika ada tetangga yang sedang melakukan hajatan pesta atau kendurian, kami biasa duduk-duduk lesehan seperti ini. Selepas gotong-royong membantu tuan rumah yang mempunyai hajatan, biasanya ketika ber-istirahat kami di suguhi makanan dan minuman, dan sambil duduk lesehan di atas tikar kami menyantap makanan bersama-sama.

Dan menurutku justru ini adalah salah satu daya tarik Waroeng Kopi Klotok ini. Tadi pak Mario Teduh sempat berbicara pada kami sambil melihat ke arah kerumunan orang-orang yang lalu lalang di depan kami,

“Pernah gak liat rumah makan seperti ini? Lihat tempatnya, lihat para pengunjungnya.” katanya padaku. Aku cuma menggelengkan kepala, karena jujur saja aku memang baru sekali ini merasakan makan di rumah makan dengan suasana dan tempat seperti ini.

Akhirnya kami sepakat gotong-royong membawa pesanan kami dari dapur. Ada yang membawa nasi, ada yang membawa piring buat kami berenam, ada yang membawa sayur beserta lauk pauknya.

Setelah semua pesanannya komplit, kami meletakannya disalah satu meja kosong yang cukup untuk kami duduk berenam. Kenapa menjadi berenam? Tadi salah satu teman kami yang juga sama-sama berasal dari Pekanbaru menelpon mau ikut bergabung dengan kami disini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline