Bagian Tujuh
*
Kutatap Pria berbadan gelap dan wanita berkulit hitam manis yang beringsut mendekat ke arahku secara bergantian, ku letakan rokok yang belum habis kuhisap di asbak rokok yang berada di dekatku.
“Abang iklas dia engkau nikahi, tolong jaga dan rawat dia.” Kata suami wanita berkulit hitam manis itu kepadaku, suaranya terdengar begitu pelan sambil menatap sayu ke arahku dan wanita berkulit hitam manis yang berada di sebelahnya ini. Sepertinya dia sudah kembali kesini, setelah tadi kulihat, dia sempat berjalan jauh menyusuri masa lalunya bersama wanita berkulit hitam manis yang sudah empat tahun mendampinginya itu.
Aku mengganggukan kepala sambil tersenyum menatapnya, lalu menatap binatang liar disamping-nya yang terlihat begitu binal sedang mencuri-curi pandang ke arahku. Binatang binal itu menjadi begitu liar ketika tau di hadapnya saat ini ada binatang jalang yang juga sedang melihat ke arahnya. Binatang jalang yang dia tau selalu berdiri di antara siang dan malam, berjalan di antara kesedihan dan kebahagiaan, saat ini dilihatnya sedang duduk nyaman diatas rasa sakit dan kenikmatan.
Kutatap wanita berkulit hitam manis di depanku, kutatap wajah seorang wanita baik-baik yang aku tau berusaha untuk tetap tegar berdiri di tengah semua rasa sakit dan ketakutan yang selalu datang menghantuinya. Seorang wanita lugu yang di tengah ketidak tahuannya bersedia membuka aurat dan kemaluannya pada pria yang bukan ‘muhrim’nya demi untuk menjaga keutuhan rumah tangga-nya. Seorang wanita yang begitu tunduk dan patuh pada seorang lelaki yang tidak begitu pandai menjaga harga dirinya.
Ditengah kegalauan hatinya, dia duduk terdiam, menanti kedatangan binatang jalang yang diapercaya menjadi kunci pembuka gerbang menuju jalan kesembuhan dan kebahagian rumah tangganya.
Apa kakak bersedia menikah dengan ku? Tanyaku pada wanita berkulit hitam manis yang sedari tadi menunduk di hadapanku ini. “Kakak bersedia bang!” katanya yakin, sambil tersenyum menatapku. “Apa abang bersedia menjadi saksi dan menjadi ‘wali nikah’nya nanti?” Tanyaku sambil menatap lelaki berbadan gelap yang masih terlihat lesu, mungkin dia masih cukup lelah setelah kembali dari perjalanan panjang menyusuri masa lalunya bersama wanita berkulit hitam manis itu.
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia; Wali merupakan perkataan Arab yang bererti tuan (Lord), seseorang yang dipercayai, atau kawan. Ia biasa digunakan dalam konteks orang alim atau perkahwinan. Pengertian wali disini Merujuk kepada seorang lelaki yang diberi kuasa oleh syarak untuk menikahkan perempuan dengan seorang lelaki.
“Abang bersedia, asalkan memang itu bisa melepaskan dia dari semua belenggu ghaib yang mengikat dan menyiksa dirinya selama ini.” Katanya yakin, lagi sambil menganggukan kepala seraya menatapku, walau sudah tidak semurung tadi, tapi sepertinya dia masih begitu terpukul dengan keputusan yang sudah diambilnya barusan, sesekali kulihat dia menarik nafas, seolah berbicara pada dirinya sendiri.