Lihat ke Halaman Asli

Robohnya Surosowan Kami

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1414455529596168459

WARISAN BUDAYA INDONESIA – Tragis betul jalan hidup Philip Pieter du Puy. Utusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Deandels ini pasti tak menyana, bersama beberapa pengawalnya ia akan mati sia-sia ketika hendak menemui penguasa Kesultanan Banten. Menurut cerita, kepalanya dipenggal lalu dikirimkan kepada Deandels di Batavia.

Kedatangan du Puy ke Banten ketika itu, kata peribahasa, memang seperti membangunkan macan lapar yang tertidur. Sebab kebencian orang Banten terhadap perilaku picik dan licik VOC juga Belanda sudah sampai di ubun-ubun. Menurut orang Banten, mereka adalah para penjajah yang harus diusir, wajid dipukul mundur. Caranya, jika tidak ada pilihan lain, disudahi saja tarikan nafasnya.

Di antara dosa para penjajah itu, menurut orang Banten, adalah peran aktif mereka memperalat Sultan Haji untuk menggulingkan ayahnya sendiri, Sultan Ageng Tirtayasa. Di bawah kepemimpinannya, Kesultanan Banten memang mencapai periode emasnya. Ia berhasil memajukan sektor pertanian, memperkuat bidang pertahanan, memperluas hubungan diplomatik, dan memajukan perdagangan berskala internasional.

Fakta itu membuat VOC gerah. Mereka seolah kehabisan cara untuk menguasai Banten. Pada saat itulah VOC mengadu domba Sultan Haji dan Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan bantuan pasukan VOC, pada 1681 Sultan Haji menduduki Keraton Surosowan. Seterusnya, mulai 27 Februari 1682, pecahlah perang antara ayah dan anak hampir setahun lamanya. Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjarakan di Batavia sampai wafatnya.

Ambisi Sultan Haji benar terpenuhi, sebab ia kemudian ditabalkan menjadi penguasa. Tetapi, sebetulnya ia hanyalah boneka yang tak berdaya, mengingat penguasa Banten sesungguhnya adalah VOC. Selain membabat habis para pengikut setia Sultan Ageng Tirtayasa, VOC juga memonopoli perdagangan dari hulu sampai hilir dan memungut pajak sangat tinggi. Yang paling ironis Sultan Haji pun rupanya harus mengganti biaya perang dengan ayahnya itu.

Sultan Haji jelas terpukul, karena VOC telah mengkhianatinya. Namun, penyesalan dan rasa bersalahnya tak punya guna apa-apa. Nasi memang sudah kadung menjadi bubur. VOC sudah terlanjur dalam mecengkeramkan kuku kekuasannya. Hegemoni organisasi dagang Belanda atas Banten ini terus berlanjut pada masa para sultan sesudah wafatnya Sultan Haji. Kekuatan mereka baru berakhir setelah Belanda dikuasai Prancis sebagai buntut dari Revolusi Prancis.

Kendati VOC akhirnya dibubarkan pada 1796, tapi Banten tidak lantas menjadi merdeka sebab giliran Belanda yang kemudian mendudukinya. Itulah sebabnya, dendam kesumat orang-orang Banten senantiasa berkobar-kobar. Itulah mengapa, perintah Deandels pada Sultan Aliyuddin II untuk mengirimkan ribuan rakyat Banten membangun pangkalan militer di Ujung Kulon ditolak mentah-mentah.

Bukan cuma itu, utusan Deandels yang bernama Philip Pieter du Puy itu juga dibunuh di pintu gerbang Keraton Surowosan. Inilah pemantik munculnya perintah Deandels pada 21 November 1808 untuk membumihanguskan keraton yang dibangun oleh Sultan Hasanuddin tersebut. (naskah dari berbai sumber; foto dari viva.co.id)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline