Lihat ke Halaman Asli

Jazz, Fashion, dan Obsesi - 2: Mata-mata

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_97155" align="alignnone" width="500" caption="semu amata memandangmu"][/caption] Setelah puas menikmati suguhan penampil jazz di depan stasiun saya beranjak kembali ke Federation Square. Kebetulan kali ini saya mengenakan busana kasual. Jadi tidak terlalu ‘berbeda’ dengan orang-orang yang bergerombol di sana. Karena saya bersepeda, maka pakaian kasual lumayan pas. O iya agar tidak lupa,saya sedang bercerita mengenai L’Oreal Melbourne Fashion Festival. Karena saya bukan jurnalis, apalagi jurnalis gaya hidup, maka yang saya sajikan hanya catatan ringan pandangan mata.

Orang-orang sudah semakin banyak. Tempat di sekitar ‘kucing berjalan’ sudah penuh berjejal orang. Sama seperti kemarin, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang dengan kamera besar dan lensa panjang. Sekali lagi kamera saya agak malu-malu untuk ikut unjuk gigi.

Setelah mendapatkan tempat yang memungkinkan untuk memotret, saya mulai tengak-tengok. Rupanya memang saya salah datang. Tidak ada seorang pun yang berpenampilan seperti saya. Tapi sudahlah, toh mereka tidak kenal saya.

Mata Rantai

Saya perhatikan, papan untuk peragaan busana itu tidak terlalu panjang. Di sekelilingnya ada bangku untuk undangan tertentu. Dalam pikiran saya mereka pasti orang kaya. Pasti mereka memiliki bisnis busana, mungkin pemilik butik ternama, dan masih banyak lagi praduga yang lain. Sementara itu di tempat penonton umum, berbagai macam orang duduk di sana. Ada yang berpenampilan anggun, ada yang nyentrik mengundang, ada yang baru dari kantor, semuanya lengkap.

Satu yang pasti, semua yang hadir di situ memiliki keterkaitan. Entah sekadar menonton atau mereka yang sungguh meliput, apalagi bagi mereka yang meyelenggarakan. Penyelenggara pasti memiliki harapan bahwa rancangan itu dilirik pemilik butik tertentu dan dijual di sana. Bagi penonton, tampilan busana yang diperagakan, apalagi ini gratis dan di tempat terbuka, bisa menjadi contoh untuk berkreasi. Tidak perlu membeli dari desainerdan butik yang mahal, cukup melihat model serta gayanya dan beli di bazzar pakaian kemudian mengkombinasikan sendiri. Hasilnya terkadang tak kalah menawan.

Tidak sedikit juga orang-orang yang sekadar cuci mata. Meski sekadar cuci mata, mereka rela menunggu cukup lama sembari duduk di bawah udara Melbourne yang sore itu cukup hangat. Jam setengah lima pembawa acara tampil memberi sambutan singkat. Ia berterimakasih kepada semua yang mendukung acara tersebut, juga terimakasih kepada mereka yang hadir. Sambutan standar tetapi penting. Karena tanpa ada pendukung dari L’Oreal, panitia pasti kesulitan mencari dana, tanpa dukungan dari butik-butik, panitia juga kesulitan memasarkan karya, tanpa penonton, pertunjukan itu akan hambar rasanya.

Semuanya ada dalam satu mata rantai. Mulai dari yang merancang, yang memproduksi dan membiayai, yang menampilkan hingga yang memandang. Kepada para penonton MC tadi mengakhiri sambutannya dengan pesan, ‘gembirakan mata Anda”. Hmmm, berarti mata ini mesti bergembira. Entah karena busananya, atau peraganya. Entahlah.

Mata Kamera

Sejak kemarin, yang mencolok perhatian saya adalah manusia-manusia berkamera. Jumlahnya banyak, hampir semua yang datang menenteng kamera. Tidak sedikit yang lebih dari satu. Istimewanya, semuanya besar dan panjang. Membuat kamera saya semakin mengkerut malu.

Ada tempat khusus untuk para photographer yang terdaftar dalam kepanitiaan, atau mereka yang memiliki tanda pengenal acara. Sedangkan yang lain, mesti rela berdesak-desakan dan memosisikan diri sebaik mungkin agar mendapat ruang untuk njepret. Di sinilah tempat saya. Dengan tas ransel di punggung, yang terkadang menyenggol tetangga, saya nekat mendekat panggung. Meski tidak paling depan, tapi lumayanlah.

Mata kamera itu penting. Bukan hanya dunia fashion, namun khusus dunia fashion, kamera adalah salah satu alat ‘penyambung lidah’. Para peraga itu hanya melenggak-lenggok selama 20 menit, setelah itu sudah. Mungkin mereka akan dilupakan orang. Tetapi mata kamera membuat mereka tetap ada dan diingat. Tampil maksimal di muka kamera adalah tuntutan utama. Kameralah yang membuat lenggak gemulai mereka tergambar abadi, bahkan nantinya tercetak lebih indah dari aslinya.

Mata kamera itu juga bisa membawa keberuntungan. Para peraga itu tentu tidak tahu siapa pemilik mata kamera itu sebenarnya. Bisa jadi orang-orang yang memiliki pengaruh di banyak tempat. Kalau gambaran peraga tadi bisa terekam di mata kameranya, dan dia tertarik, bukankah itu rejeki nomplok? Maka para peraga itu mesti tampil maksimal di depan mata kamera, karena mata kamera bisa mengubah sebuah kehidupan, mimpi menjadi nyata.

Mata Tuhan

Saya kerap ngomel dengan mata kamera ini. Meski harganya mahal, katanya kualitasnya juga bagus, tetap saja tidak mampu merekam sebagus mata pemberian Tuhan ini. Mungkin saya yang kurang pintar memoto. Namun tetap saja mata pemberian Tuhan ini jauh lebih sempurna. Saya bayangkan kalau ada mata kamera yang bisa menjangkau sudut seluas mata dari Tuhan, sejauh jangkauan mata dari Tuhan, pasti hebat. Apalagi kalau mata kamera itu hanya satu, tidak perlu ganti lensa kalau berganti objek, pasti mahal sekali.

Di tempat lain saya kerap menjadi takut. Kenapa takut? Karena menyadari ada mata Tuhan. Kalau mata dari Tuhan saja bisa melihat secara luar biasa, apalagi Mata Tuhan, hmmm pasti jauh lebih luar biasa. Saya takut untuk berbuat yang aneh-aneh, Karena Mata Tuhan pasti mampu merekamnya. Kok saya sampai bercerita Mata Tuhan sih? Kan ini bercerita fashion? Ya sudahlah, bersambung saja.

Salam,

Melbourne, 19-03-10




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline