Lihat ke Halaman Asli

Untung Gua OON!!

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_79097" align="alignleft" width="300" caption="foto ilustrasi dari www.images.google.com.au"][/caption]

Kawan, kalian boleh tertawa. Ini cerita teman saya yang membuat saya juga tertawa, tapi dia senang. Dia juga tidak keberatan ceritanya padaku saya bagikan pada kalian. Hmmm, mungkin ada yang belum begitu ngeh dengan istilah oon. Kalau saya tidak salah memahami, oon itu ungkapan untuk menggambarkan orang yang kurang cerdas. Lambat memahami, ga ngerti-ngerti kalau diberi informasi, dan kawan-kawannya. Baiklah, ini cerita teman baik saya ini. Saya berusaha menuliskan seperti yang dia ceritakan padaku, semoga berhasil.

Awalnya aku agak tersinggung sewaktu dikatakan, “oon banget sih lo!” Namun sekarang aku sungguh bersyukur karena oon. Sekali lagi, kalian boleh tertawa. Toh tertawa itu menyehatkan. Maka tidak sedikit kelompok yang memakai tertawa sebagai alat terapi. Maka, tertawalah saja, karena itu adalah sebuah keuntungan. Nah ini salah satu ke-oon-an aku. Diketawain tetapi senang saja.

Ke-oon-an aku yang lain adalah kerap lupa kalau aku ini oon. Maka kerap dengan pedenya berlaku seolah-olah aku ini cerdas, hebat, dan berbakat. Padahal aku oon. Karena oon, biasanya kalau pas tampil seperti itu, itu tadi yang merasa diri hebat tadi, aku tampil apa adanya. Kurang mahir menggunakan alat-alat pembantu, atau alat untuk ‘berkamuflase’. Ya terang saja, karena aku oon. Maka kalau hasil akhirnya jelek aku juga tetap senang-senang saja. Hepi-hepi saja. Tidak sadar kalau seharusnya aku malu.

Hmmm, dari pada membahas ke-oon-an aku, aku pikir akan lebih baik kalau melihat keuntungan yang aku peroleh. Wuihhh, kayak pedagang saja menghitung keuntungan. Tapi sudahlah, aku tidak menemukan kata yang sesuai, maklum oon. Pertama, biasanya aku tidak pernah merasakan tekanan batin. Semua mengalir begitu saja. Kalau ada masalah, yang kata orang banyak membuat pusing kepala, membuat stress, aku biasa-biasa saja. Karena aku oon, aku tidak akan memaksa diri aku menyelesaikan.

Bagaimana mungkin aku menyelesaikan lha wong aku oon. Ya aku minta bantuan orang lain, jujur aku katakan, kalau aku tidak mampu. Kalau orang lain tidak ada yang mau membantu, ya aku minta bantuan Tuhan. Dia khan yang menciptakan aku dengan segala ke-oon-an aku. Maka Dia harus bertanggungjawab atas apa yang aku alami.

Kemudian, aku biasanya kurang pintar berbohong. Lebih tepatnya, kurang pandai cara berbohong. Orang oon kalau bohong mesti ketahuan. Kurang cerdas bermain sandiwara, dan tidak bisa menyembunyikan sesuatu. Karena itu tidak ada orang yang rela menitipkan rahasianya padaku. Mereka takut aku bagikan pada orang lain. Apalagi menitipkan kebohongan, pasti mereka tidak percaya. Yahh, sedikit-sedikit ada juga yang menitipkan rahasia yang sebenarnya bukan rahasia. Sesuatu yang baik, yang tidak akan merugikan kalau aku bocorkan.

O iya, keuntungan tidak dipercaya untuk dititipi pesan rahasia adalah tidak punya tanggungan. Hati tenang dan lapang. Tidak perlu menyisipkan sebagian tenaga untuk menjaga rahasia, apalagi kalau rahasia itu adalah kebohongan. Maka saya senang karena tidak harus ikut menanggung beban dosa karena berbohong.

Apalagi ya keuntungan jadi orang oon. Oohhh ini, bisa tidur pulas. Tidak banyak beban di pundak. Tidak banyak rahasia yang mesti dijaga. Karena ada teman yang cerita, kalau ia mau tidur, ia mesti berkata kepada otaknya, jangan sampai mengigau, jangan sampai menyebutkan nama, jangan sampai menyebutkan tempat. Karena akan menimbulkan kecurigaan pada diri pasangannya. Orang-orang seperti itu tidak bisa tidur lelap. Kalau aku, begitu kepala menyentuh bantal, langsung deh terbang ke awan.

Udah deh. Pokoknya aku bersyukur banget dikasih Tuhan ke-oon-an ini. Karena tidak mungkin dengan aku bisa meng-oon-i orang lain. Khan beda dengan orang yang diberi anugerah kepintaran, karena dia akan me-minter-i orang lain. Bahasa apa tho ini. Ga tahulah wong oon.

Kawan, saya bagikan kisah teman saya ini, bukan berarti saya lebih pinter dari dia. Saya hanya terkesan dengan keterbukaannya. Karena biasanya saya malu mengakui kelemahan saya, apalagi di depan umum. Maka saya merasa teman saya ini tidak oon. Mungkin dia terlampau jujur. Apa itu salah? Tidak tahulah, kalian yang mungkin lebih tahu.

Salam,

Melbourne, 22-02-10

Catatan lain yang boleh dikunjungi:

Menarilah Sayang…

Menggendong Setan

Sirik Amat Sih Lo!

Biar Kecil, tapi Hhmmm DAHSYAT!!!

Connie Talbot

Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline